Sejarah
Terbentuknya Kabupaten Polewali Mandar
Sebelum dinamai Polewali Mandar, daerah ini dulunya
bernama Kabupaten Polewali Mamasa
disingkat Polmas yang dibentuk berdasarkan UU Nomor 29 Tahun 1959. Dengan
berdirinya Kabupaten Mamasa berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2002, maka nama
Polewali Mamasa pun diganti menjadi Polewali Mandar. Nama Kabupaten ini resmi
digunakan dalam proses administrasi
Pemerintahan sejak tanggal 1 Januari
2006 berdasarkan Peraturan Pemerintah No.74 Tahun 2005 tanggal 27 Desember 2005
tentang perubahan nama Kabupaten Polewali Mamasa menjadi Kabupaten Polewali
Mandar.
Sejarah berdirinya Kabupaten
Polewali Mandar tidak bisa dilepaskan
dari rentetan panjang sejarah
berdirinya Negara kesatuan Republik Indonesia dan pembentukan Propinsi
Sulawesi. Dalam catatan sejarah disebutkan pada masa penjajahan, wilayah
Kabupaten Polewali Mandar adalah bagian dari 7 wilayah pemerintahan yang
dikenal dengan nama Afdeling Mandar yang meliputi empat onder afdeling, yaitu:
1.
Onder Afdeling Majene beribukota
Majene;
2.
Onder Afdeling Mamuju beribukota
Mamuju;
3.
Onder Afdeling Polewali beribukota
Polewali;
4.
Onder Afdeling Mamasa beribukota
Mamasa.
Onder Afdeling Majene, Mamuju, dan
Polewali yang terletak di sepanjang garis pantai barat pulau Sulawesi mencakup
7 wilayah kerajaan (Kesatuan Hukum Adat) yang dikenal dengan nama Pitu Baqbana
Binanga (Tujuh Kerajaan di Muara Sungai) meliputi:
1.
Balanipa di Onder Afdeling
Polewali;
2.
Binuang di Onder Afdeling
Polewali;
3.
Sendana di Onder Afdeling Majene;
4.
Banggae/Majene di Onder Afdeling
Majene;
5.
Pamboang di Onder Afdeling Majene;
6.
Mamuju di Onder Afdeling Mamuju;
7.
Tappalang di Onder Afdeling
Mamuju.
Sementara Kesatuan Hukum Adat Pitu Ulunna Salu (Tujuh
Kerajaan di Hulu Sungai) yang terletak di wilayah pegunungan berada di Onder
Afdeling Mamasa, yang meliputi:
1.
Tabulahan (Petoe Sakku);
2.
Aralle (Indo Kada Nene’);
3.
Mambi (Tomakaka);
4.
Bambang (Subuan Adat);
5.
Rantebulahan (Tometaken);
6.
Matangnga (Benteng);
7.
Tabang (Bumbunan Ada).
Keempat Onder Afdeling tersebut
di atas masuk dalam daerah Swatantra Mandar yang dibentuk, berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1952 dan Nomor 2 Tahun 1953. Namun setelah
ditetapkannya Undang Undang Nomor 29 Tahun 1959 Tanggal 4 Juli 1959 tentang pembentukan daerah daerah di Sulawesi,
maka seluruh daerah daerah Swatantra di wilayah Propinsi Sulawesi yang telah
dibentuk berdasarkan peraturan perundang undangan dinyatakan dicabut.
Adapun daerah-daerah
swatantra yang telah terbentuk di Sulawesi sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor
29 Tahun 1959 adalah sebagai berikut :
1. Kota Manado, berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 42 Tahun 1953 dan Nomor 56 Tahun 1954.
2. Daerah Kepulauan Sangihe Talaud,
berdasarkan Undang-Undang NIT Nomor 44 Tahun 1990.
3. Daerah Minahasa, berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 42 Tahun 1953.
4. Daerah Bolaang Mangondow, berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 23 dan 24 Tahun 1954.
5. Daerah Sulawesi Utara, berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1953 dan Nomor 23 Tahun 1954.
6. Daerah Donggala, berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 33 1952 dan 1 Tahun 1953.
7. Daerah Poso, berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 33 Tahun 1952 dan Nomor 1 Tahun 1953.
8. Kota Makassar, berdasarkan Staatsblad 1947
Nomor 21 dan Staatsblad 1949 Nomor 3.
9. Daerah Makassar, berdasarkan Undang-Undang
Darurat Nomor 2 Tahun 1957.
10. Daerah Gowa, berdasarkan Undang-Undang
Darurat Nomor 2 Tahun 1957.
11. Daerah Jeneponto – Takalar, berdasarkan
Undang-Undang Darurat Nomor 2 Tahun 1957.
12. Daerah Luwu, berdasarkan Undang-Undang
Darurat Nomor 3 Tahun 1957.
13. Daerah Tana Toraja, berdasarkan Undang-Undang
Darurat Nomor 2 Tahun 1957.
14. Daerah Bone, berdasarkan Undang-Undang
Darurat Nomor 4 Tahun 1957.
15. Daerah Wajo, berdasarkan Undang-Undang
Darurat Nomor 4 Tahun 1957.
16. Daerah Soppeng, berdasarkan Undang-Undang
Darurat Nomor 4 Tahun 1957.
17. Daerah Bonthain, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34
Tahun 1952 dan Nomor 2 Tahun 1953.
18. Daerah Pare-Pare, berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 34 Tahun 1952 dan Nomor 2 Tahun 1953.
19. Daerah
Mandar, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1952 dan Nomor 2 Tahun
1953.
20. Daerah Sulawesi Tenggara, berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1952 dan Nomor 2 Tahun 1953.
Didalam daerah-daerah sebagaimana
yang disebutkan masih terdapat swapraja ( kerajaan-kerajaan ). Setelah
ditetapkannya Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 daerah-daerah swatantra (Afdeling)
dan swapraja yang ada dibubarkan dan selanjutnya dibentuk sebagai berikut :
1. Kotapraja Manado, meliputi bekas Kota
Manado.
2. Dati II Kepulauan Sangihe Talaud, meliputi
bekas daerah Kepulauan Sangihe Talaud.
3. Dati II Minahasa, meliputi bekas daerah
Minahasa.
4. Dati II Bolaang Mangondow, meliputi bekas
daerah Bolaang Mangondow.
5. Dati II Gorontalo, meliputi bekas
daerah Sulawesi Utara setelah dikurangi dengan bekas Swapraja Buol.
6. Dati II Donggala, meliputi bekas daerah
Donggala setelah dikurangi dengan bekas Swapraja Toli-Toli.
7. Dati II Buol Toli-Toli, meliputi bekas
Swapraja Buol dan Swapraja Toli-Toli ( sebelumnya masuk daerah Sulawesi Utara
).
8. Kotapraja Gorontalo, meliputi Kota
Gorontalo ( sebelumnya termasuk daerah Sulawesi Utara ).
9. Dati II Poso, meliputi bekas Swapraja-swapraja
Poso, Loree, Tojo, Una-una, Bungku dan Moriri ( sebelumnya termasuk daerah Poso
).
10. Dati II Banggai, meliputi bekas
Onderafdeeling dan Swaparaja Banggai
( sebelumnya termasuk daerah Poso ).
11. Kotapraja Makassar, meliputi bekas Kota
Makassar.
12. Dati II Pangkajene Kepulauan, meliputi bekas
Onderafdeeling pulau-pulau Makassar dan onderafdeeling Pangkajene ( sebelumnya
termasuk daerah Makassar ).
13. Dati II Maros, meliputi bekas Onderafdeeling
Maros ( sebelumnya termasuk daerah Makassar ).
14. Dati II Gowa, meliputi bekas daerah dan
Swapraja Gowa.
15. Dati II Jeneponto, meliputi Onderafdeeling
Jeneponto ( sebelumnya termasuk daerah Jeneponto-Takalar ).
16. Dati II Takalar, meliputi bekas
Onderafdeeling Takalar ( sebelumnya termasuk daerah Jeneponto-Takalar ).
17. Dati II Luwu, meliputi bekas daerah / Swapraja Luwu.
18. Dati II Tana Toraja, meliputi bekas daerah
Tana Toraja.
19. Dati II Bone, meliputi bekas daerah / Swapraja Bone.
20. Dati II Wajo, meliputi bekas daerah / Swapraja Wajo.
21. Dati II Soppeng, meliputi bekas daerah / Swapraja Soppeng.
22. Dati II Bonthain, meliputi bekas
Onderafdeeling Bonthain ( sebelumnya termasuk daerah Bonthain ).
23. Dati II Bulukumba, meliputi bekas
Onderafdeeling Bulukumba ( sebelumnya termasuk daerah Bonthain ).
24. Dati II Sinjai, meliputi bekas
Onderafdeeling Sinjai ( sebelumnya termasuk daerah Bonthain ).
25. Dati II Selayar, meliputi bekas
Onderafdeeling Selayar ( sebelumnya termasuk daerah Bonthain ).
26. Kotapraja Pare-Pare, meliputi Kota Pare-Pare ( sebelumnya termasuk daerah Pare-Pare ).
27. Dati II Barru, meliputi bekas
Swapraja-swapraja Mallusetasi, kecuali yang termasuk Kota Pare-Pare, Soppeng
Riaja, Barru dan Tanete ( sebelumnya termasuk daerah Pare-Pare ).
28. Dati II Sidenreng Rappang, meliputi bekas
Swapraja-swapraja Sidenreng dan Rappang ( sebelumnya termasuk daerah Pare-Pare
).
29. Dati II Pinrang, meliputi bekas
Swapraja-swapraja Sawitto, Batulappa, Kassa dan Suppa ( sebelumnya termasuk
daerah Pare-Pare ).
30. Dati II Enrekang, meliputi bekas
Swapraja-swapraja Enrekang, Maiwa dan Duri ( sebelumnya termasuk daerah
Pare-Pare ).
31. Dati II Majene, meliputi bekas
Swapraja-swapraja Majene, Pambauang dan Cenrana ( sebelumnya termasuk daerah
Mandar ).
32. Dati II Mamuju, meliputi bekas Swapraja-swapraja
Mamuju dan Tappalang ( sebelumnya termasuk daerah Mandar ).
33. Dati
II Polewali Mamasa, meliputi bekas Swapraja-swapraja Balanipa dan Binuang
termasuk Onderafdeeling Polewali dan Onderafdeeling Mamasa ( sebelumnya termasuk daerah Mandar ).
34. Dati II Buton, meliputi sebagian bekas
Swapraja Buton termasuk Onderafdeeling Buton ( sebelumnya termasuk daerah
Sulawesi Tenggara ).
35. Dati II Muna, meliputi sebagian bekas
Swapraja Buton termasuk bekas Onderafdeeling Muna ( sebelumnya termasuk daerah
Sulawesi Tenggara ).
36. Dati II Kendari, meliputi bekas Swapraja
Laiwui termasuk Onderafdeeling Kendari ( sebelumnya termasuk daerah Sulawesi
Tenggara ).
37. Dati II Kolaka, meliputi bekas
Onderafdeeling Kolaka ( sebelumnya termasuk daerah Sulawesi Tenggara ).
Peristiwa amat penting
dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia adalah keluarnya Dekrit Presiden RI 5
Juli 1959. Dekrit tersebut antara lain menetapkan berlakunya kembali UUD 1945
menggantikan UUDS 1950. Sejak itu secara otomatis semua peraturan perundangan
harus berdasarkan atau sesuai dengan UUD 1945. Sehubungan dengan peraturan
perundangan dan kelembagaan yang sudah ada, maka berdasarkan Pasal II Aturan
Peralihan UUD 1945 masih tetap berlaku selama belum diadakannya yang baru. terhadap
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah
diadakan penyempurnaan-penyempurnaan, antara lain dengan Penetapan Presiden
Nomor 6 Tahun 1959, Nomor 4 dan 5 Tahun 1960.
Hal-hal penting dalam
hubungannya dengan penataan pemerintahan daerah sesuai dengan
penetapan-penetapan tersebut antara lain ialah :
1. Pemerintah Daerah terdiri dari Kepala
Daerah dan DPRD.
2. Kepala Daerah adalah alat Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah serta pimpinan dan penanggung jawab pemerintahan daerah.
3. DPD dibubarkan diganti dengan Badan
Pemerintah Harian ( BPH ) sebagai pembantu Kepala Daerah.
4. DPRD dirubah menjadi Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Gotong Royong ( DPRDGR ).
5. Kepala Daerah bertanggung jawab kepada
DPRDGR.
6. Kepala Daerah tidak diberhentikan oleh
DPRDGR.
7. Kepala Daerah karena jabatannya menjadi
Ketua DPRDGR.
8. Sekretariat Daerah sebagai penyelenggara
administrasi pemerintahan daerah, dikepalai seorang Sekretaris daerah yang
bertanggung jawab kepada Kepala Daerah.
Selanjutnya berdasarkan
Peraturan Presiden RI Nomor 5 Tahun 1960 Tanggal 31 Maret 1960, Propinsi
Sulawesi dipecah menjadi Propinsi Administratif Sulawesi Utara dengan tempat
kedudukan pemerintahan di Manado, dan Propinsi Administratif Sulawesi Selatan
dengan tempat kedudukan pemerintahan di Makassar.
Dalam pemecahan ini Propinsi Administratif
Sulawesi Utara meliputi wilayah :
1. Kotapraja Manado
2. Kotapraja Gorontalo
3. Daerah Tingkat II Sangihe dan Talaud
4. Daerah Tingkat II Minahasa
5. Daerah Tingkat II Bolaang Mangondow
6. Daerah Tingkat II Gorontalo
7. Daerah Tingkat II Buol Toli-Toli
8. Daerah Tingkat II Donggala
9. Daerah Tingkat II Poso
10. Daerah Tingkat II Banggai
Propinsi Administratif Sulawesi Selatan
meliputi wilayah :
1. Kotapraja Makassar
2. Kotapraja Pare-Pare
3. Daerah Tingkat II Pangkajene Kepulauan
4. Daerah Tingkat II Maros
5. Daerah Tingkat II Gowa
6. Daerah Tingkat II Jeneponto
7. Daerah Tingkat II Takalar
8. Daerah Tingkat II Luwu
9. Daerah Tingkat II Tana Toraja
10. Daerah Tingkat II Bone
11. Daerah Tingkat II Wajo
12. Daerah Tingkat II Soppeng
13. Daerah Tingkat II Bonthain
14. Daerah Tingkat II Bulukumba
15. Daerah Tingkat II Sinjai
16. Daerah Tingkat II Selayar
17. Daerah Tingkat II Barru
18. Daerah Tingkat II Sidenreng Rappang
19. Daerah Tingkat II Pinrang
20. Daerah Tingkat II Enrekang
21. Daerah Tingkat II Majene
22. Daerah Tingkat II Mamuju
23. Daerah
Tingkat II Polewali Mamasa
24. Daerah Tingkat II Buton
25. Daerah Tingkat II Muna
26. Daerah Tingkat II Kendari
27. Daerah Tingkat II Kolaka
Dalam konteks Kabupaten Polewali
Mamasa, sejarah pembentukannya tidak
bisa dilepaskan dari peran Panitia Penuntut Kabupaten. Dalam catatan sejarah
terdapat beberapa versi tentang komposisi personalia Panitia Penuntut Kabupaten
Polewali Mamasa. Namun dalam penulisan ini tim penyusun merujuk pada dua sumber
referensi yaitu Panitia Penuntut Kabupaten versi Badan Arsip
dan Perpustakaan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2004 tentang
Inventarisasi Arsip Pemerintah Daerah Tingkat II Polmas 1918-1983 dan versi naskah
sejarah singkat terbentuknya Kabupaten Polewali Mamasa yang ditulis dan
dibacakan oleh H.Ibrahim Puang Limboro pada peringatan Hari Ulang Tahun
Kabupaten Polewali Mamasa ke 23 tanggal 21 februari 1983.
Dalam
buku Inventarisasi Arsip Pemerintah Daerah Polmas yang diterbitkan oleh Badan
Arsip dan Perpustakaan Daerah Propinsi Sulawesi Selatan dijelaskan bahwa
sejarah pembentukan Kabupaten Polewali Mamasa
1960 diawali diawali dengan pembentukan tim/panitia penuntut pembentukan
Kabupaten Daerah Tingkat II Polewali Mamasa yang susunan personalianya terdiri
atas :
Ketua : Andi Magga
Wakil Ketua : Tamadjoe
Sekretaris : Gama Musa
Anggota : H. Ibrahim Puang Limboro
H.A.Paliwang
A.Pallalungang
Frans Palupadang
H.Muhsin Tahin
J.Mboe Barapadang
Sultani Dg.Panampo
Sementara dalam naskah sejarah singkat terbentuknya Kabupaten
Polewali Mamasa yang ditulis dan dibacakan oleh H.Ibrahim Puang Limboro pada
peringatan Hari Ulang Tahun Kabupaten Polewali Mamasa ke 23 tanggal 21 Februari
1983 dijelaskan bahwa pada tanggal 20 Maret 1957 diadakan suatu rapat yang dihadiri oleh pemuka
pemuka masyarakat dari semua golongan. Dalam Pertemuan tersebut ditetapkan
komposisi dan personalia Panitia Penuntut Kabupaten sebagai berikut :
1.
Ketua
: H.A.Paliwangi
2.
Wakil
Ketua I : H.Ibrahim Puang Limboro\
3.
Wakil
Ketua II : Tamadju
4.
Sekretaris
I : A.Palulungan
5.
Sekretaris
II : Abd.Mutalib
6.
Bendahara
: Sultani Daeng Manompo
7.
Pembantu
: Juliani Naharuddin
A.A.Hafid
Mattalattu
Aco
Dg.Cora
Paloncongi
Pabbicara Bulan
Abdul
Jabbar
Abdullah
AK
Suahabuddin.S
Selanjutnya dalam naskah tersebut
dijelaskan bahwa tugas utama dari Panitia Penuntut Kabupaten yang telah dibentuk adalah menyusun rencana
strategis dalam bentuk konsep dan aksi yang akan diusulkan kepada Pemerintah Pusat untuk menyatukan
Onderfdeling Polewali dan Onder Afdeling
Mamasa menjadi satu Kabupaten. Ada beberapa ide yang berkembang dalam pemeberian nama Kabupaten tersebut.
Sebagian tokoh masyarakat menghendaki nama Kabupaten yang akan dibentuk diberi nama Kabupaten Balanipa
berdasarkan tinjauan historisnya.Di sisi lain ada juga yang mengehendaki nama Kabupaten yang
akan di bentuk menjadi Kabupaten Maspol singkatan dari nama Mamasa Polewali. Namun
setelah Panitia Penuntut Kabupaten melaksanakan musyawarah secara mufakat maka
ditetapkanlah nama Kabupaten Polewali Mamasa sebagai nama Kabupaten yang akan
diusulkan ke Pemerintah Pusat dengan Ibukotanya Wonomulyo.
Tidak dapat disangkal bahwa upaya
yang dilakukan Panitia Penuntut Kabupaten dalam memperjuangkan berdirinya
Kabupaten Polewali Mamasa mengalami pasang surut dan menghadapi berbagai tantangan dan
hambatan. Hal ini disebabkan karena sistuasi dan Kondisi politik Afdeling
Mandar saat itu. Salah satu hambatan mendasar adalah adanya kelompok atau pihak
pihak tertentu yang dengan sengaja mencoba menghalang halangi kegiatan panitia ini. Ada secara sembunyi
sembunyi melakukan provokasi untuk menghalangi pembentukan Kabupaten Polewali
Mamasa dan ada pula kelompok yang secara langsung membuat resolusi ke
Pemerintah pusat yang semuanya sangat merugikan strategi perjuangan.
Dengan adanya beberapa tantangan
ini, Panitia Penuntut Kabupaten melakukan gerak cepat membentuk delegasi yang
berangkat ke Jakarta untuk bertemu langsung Menteri Dalam Negeri dan Otonomi
Daerah. Delelegasi ini terdiri dari Lima orang yaitu :
1.
J.Leboe Barapadang mewakili unsur
Pemerintah
2.
Sultani Dg.Manompo mewakili unsur
Cendikiawan
3.
K.H.Muksin Tahir, unsure tokoh
masyarakat
4.
Gama Musa, unsur tokoh masyarakat
5.
Frans Palopadang, unsur tokoh masarakat
Delegasi ini berjuang ditingkat pusat untuk memperjuangkan
aspirasi masyarakat dalam rangka percepatan pembentukan Daerah Tingkat II Polewali Mamasa
dibantu oleh salah seorang anggota DPRGR/MPRS asal daerah Polewali Mamasa,
H.Syarifuddin. Setelah melalui
perjuangan panjang akhirnya Undang Undang Nomor 29 Tahun 1959 ditetapkan oleh
Sidang Pleno DPRGR Pusat dan terbentuklah Kabupaten Daerah Tingkat II Polewali
Mamasa bersama Daerah Tingkat II lainnya di Sulawesi dengan ibukota Polewali.
Pemindahan rencana ibukota dari Wonomulyo ke Polewali didasarkan pada berbagai
pertimbangan diantaranya pertimbangan sosial, ekonomi dan politik.
Sebagai tindak lanjut dari
pelaksanaan Undang Undang Nomor 29 Tahun 1959 diadakanlah pembenahan berupa
pengaturan dan penyempurnaan aparat kelengkapan pemerintahan pada masing masing
Daerah Tingkat II. Untuk Kabupaten Daerah Tingkat II Polewali Mamasa, pemerintah
menunjuk dan melantik Andi Hasan Mangga sebagai Bupati pertama Kabupaten
Polewali Mamasa pada tanggal 20 Februari 1960 sekaligus serah terima jabatan dari,
Mattotorang Dg.Massikki selaku eks.Residen Afdeling Mandar.
Dalam usianya yang ke 51 Kabupaten
Polewali Mandar telah beberapa kali mengalami pergantian pimpinan baik dalam
jajaran eksekutif maupun legislatif diantaranya :
A.
Eksekutif
1.
H.Andi Hasan Mangga ( 1960-1966)
2.
Letkol H.Abdullah Madjid
(1966-1979)
3.
Drs. A.Samad Syuaib (Pjs)
(1979-1980)
4.
Kol.(Purn) S. Mengga (1980-1990)
5.
Drs.H.Andi Kube Dauda (1990-1995)
6.
Drs.H.Tajuddin Noer (Pjs) (1995-1996)
7.
Kol.H.A.Saad Pasilong (1995-1998)
8.
Kol.H.Hasyim Manggabarani,SH,MM
(1998-2003)
9.
Drs. H. Syahrul Syahruddin,MS
(Pjs) (2003-2004)
10.
Drs.Ali Baal Masdar,M.Si
(2004-2008)
11.
H.Mujirin M.Yamin, SE,MS (Pjs)
(2008)
12.
Drs.H.Ali Baal Masdar,M.Si (
2008-2014)
B.
Legislatif
1.
Badjing Abd.Rahim
2.
Muhiddin
3.
H.Anwar Pabbicara Kenje
4.
Muhiddin
5.
H.A.Rahman Ali
6.
J.M.Soerono
7.
H.A.Saad Pasilong
8.
H.Masdar Pasmar
9.
H.Bustamin Baddolo
10.
H.Hasan Sulur
11.
H.Abdullah Tato P
Terlepas dari berbagai versi
tentang komposisi personalia Panitia Penuntut Kabupaten Polewali Mamasa, tim
penyusun berupaya untuk tidak terjebak dalam kontroversi yang berkepanjangan.
Sebaliknya tim penyusun senantiasa
mencari informasi yang valid dari nara sumber yang memahami masalah ini dan mengkaji dokumen yang berkaitan
permasalahan ini, sehingga naskah yang tersusun dapat menjadi referensi untuk
penulisan lebih lanjut Sejarah
Pembentukan Kabupaten Polewali Mandar yang
dapat diterima semua kalangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar