SEJARAH di tanah MANDAR
Walaupun
 daerahku ini masih terpencil dan belum dikenal oleh seluruh pelosok 
negeri Indonesia, tetapi Mandar memiliki sejarah yang tak kala 
melegendanya dengan sejarah-sejarah negeri kita di daerah lain. Mandar 
juga memiliki beberapa persamaan karakteristik dengan saudaranya yaitu 
Bugis, tetapi tetap saja perbedaan diantara keduanya sangatlah jelas. 
Berikut saya akan memperkenalkan tanah yang kami cintai ini kepada Anak 
Bangsa Indonesia yang lain:
Asal usul nama Mandar,
Mandar
 adalah suatu daerah di Propinsi Sulawesi Barat, suku bangsa yang 
mayoritas mendiami daerah Sulawesi Barat, nama bahasa daerah, dan nama 
sebuah sungai di Kabupaten Polewali Mandar. Daerah Mandar meliputi lima 
kabupaten yaitu Kab.Polewali Mandar, Kab.Majene, Kab.Mamuju, Kab.Mamasa 
dan Kab.Mamuju Utara. Luasnya sekitar 1.105.761 km2. Beberapa pendapat tentang asal mula munculnya istilah Mandar sebagai berikut :
1. Dari Kata mandar  yang berarti ‘sungai’.  Penduduk
 di Kec.Tinambung, Kec.Limboro, dan Kec.Allu sepanjang Sungai 
Mandar(sekarang) apabila mau “turun” mandi di sungai mengatakan Na naungaq mandoeq di uai (Saya akan “turun”/pergi mandi di sungai),
Penduduk
 di Kec.Tinambung, Kec.Limboro, dan Kec.Allu sepanjang Sungai 
Mandar(sekarang) apabila mau “turun” mandi di sungai mengatakan Na naungaq mandoeq di uai (Saya akan “turun”/pergi mandi di sungai),
 Penduduk
 di Kec.Tinambung, Kec.Limboro, dan Kec.Allu sepanjang Sungai 
Mandar(sekarang) apabila mau “turun” mandi di sungai mengatakan Na naungaq mandoeq di uai (Saya akan “turun”/pergi mandi di sungai),
Penduduk
 di Kec.Tinambung, Kec.Limboro, dan Kec.Allu sepanjang Sungai 
Mandar(sekarang) apabila mau “turun” mandi di sungai mengatakan Na naungaq mandoeq di uai (Saya akan “turun”/pergi mandi di sungai),
2. Dari kata maqdara.
 Pendapat ini, didasarkan pada sifat orang Mandar yang salah sedikit 
saja mereka tidak segan-segan bertikam yang akibatnya bermandi darah. 
Orang yang member nama ini ialah orang yang berasal dari luar daerah 
Mandar,
3. Dari kata mandaraq yang berarti bersinar, bercahaya,
4. Dari kata mandaq yang artinya kuat,
5. Dari kata maqandar atau meander  ‘mengantar’,
 boleh juga berarti ‘mengiring’. Pendapat ini berdasarkan cerita rakyat 
tentang suatu kejadian di suatu daerah Mandar (yang sebelum bernama 
Mandar) di zaman lampau. Dikisahkan, sebuah rakit yang berisi 
persumbahan kepada Dewata dari hulu sungai (yang sekarang bernama Sungai
 Mandar) menuju muara. Seluruh rakyat berbaris dipinggir sebelah 
menyebelah sungai untuk maqandar (mengantar) rakit itu sampai ke muara. Setiba di muara, manusia pengantar itu mettambung(bertumpuk) di sebelah menyebelah sungai menyebabkan tempat di muara sungai itu bernama Tambung yang kemudian menjadi sebuah kampung. Kira-kira berjarak setengah kilometer dari Tambung
 arah kehulu, ujung barisan pengantar berbalik berputar untuk kembali ke
 hulu sungai. Tempat berbalik/berputar kembali, itu pun bernama Paqgiling (dari kata giling atau putar) yang kemudian menjadi sebuah kampung.
6. Dari kata Dharaman (bahasa Hindu/Sansekerta). Terdiri dari dua akar kata, yaitu man+dhar berasal dari bentuk kata dharaman yang berarti ’mempunyai penduduk’. Akhirnya terjadi pertukaran dan perubahan pengucapan menjadi Mandar.
Mandar di masa penjajahan Belanda,
Belanda
 sangat mempengaruhi sejarah Indonesia pada zaman penjajahan karna 
Belanda-lah yang menjajah Indonesia paling lama yaitu sekitar 300 tahun,
 Belanda juga menindas rakyat Indonesia termasuk juga Mandar dengan 
kejam walaupun tidak sekejam Jepang. Berikut ini saya akan menggambarkan
 kronologi perlawanan-perlawanan rakyat Mandar terhadap penjajah Belanda
 :
Perlawanan dan protes keras H.Maata, 
- Terjadi pada tahun 1932, 
H.Maata,
 Kepala Desa Pambusuang kepada penjajah Belanda, atas perlakuan 
mempekerjakan langsung penduduk desanya membuat jalan di Kunyi, tanpa 
izinnya sebagai Kepala Desa. Perlawanan kecil, tetapi menunjukkan 
perlawanan menentang Belanda telah menjadi laten di Mandar setidaknya 
sejak Tokape Maraqdia Balanipa memulainya di abad ke-19.
 Baharuddin Lopa menggambarkannya seperti yang dituturkan oleh Hasan 
Latief, bekas Kepala Distrik Tenggelang, 13 juni 1981. Sampai dengan 
tahun 1932 perlawanan orang-orang Mandar terhadap penjajahan Belanda 
masih terjadi terus meskipun kecil-kecilan. H. Maata mendatangi kantor Controleur di
 Polewali menyatakan protes keras kepada pejabat pemerintah kolonial. 
Semestinya dia sendiri yang memerintahkan langsung kepada penduduknya. 
Akibat peristiwa itu beberapa tokoh penduduk Desa Pambusuang ditangkap 
oleh pemerintah kolonial. Semestinya dia sendiri yang memerintahkan 
langsung kepada penduduknya. Akibat peristiwa itu beberapa tokoh 
penduduk Desa Pambusuang ditangkap oleh pemerintah kolonial Belanda 
dengan tuduhan berkomplot dengan Kepala Desa H.Maata melakukan 
pembangkangan terhadap pemerintah kolonial Belanda.
Peristiwa Bendera Merah Putih di Tinambung,
Pada
 peristiwa Bendera Merah Putih ini, Ibu Andi Depu (pahlawan Mandar) 
memeluk tiang bendera Merah Putih, merupakan sepak terjang penentangan 
langsung Ibu Andi Depu terhadap tentara Belanda yang ingin menurunkan 
bendera Merah Putih yang sedang sedang berkibar di depan istana Kerajaan
 Balanipa (kerajaan terbesar di Sulawesi Barat pada saat itu) di 
Tinambung. Istana yang sekaligus dijadikan salah satu markas komando 
perjuangan rakyat Mandar mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia, 
dua hari sebelum Peristiwa Bendera Merah Putih di Tinambung,
- Tanggal 13 Januari 1946, 
Aparat
 NICA telah mengibarkan bendera Belanda di dalam tangis KNIL di Majene. 
Dengan dukungan Sekutu, 1 Januari 1946 aparat Belanda menurunkan bendera
 Merah Putih di semua tempat dalam wilayah Majene. Sampai kemudian 
Belanda akhirnya mengakui kemerdekaan Indonesia.
Pertempuran Tonyaman dan rentetan peristiwa dan pertempuran berikutnya sampai bulan Desember 1946,
- Tanggal 16 Agustus 1946,
Yakni
 pertempuran antara para pemuda/pejuang di bawah pimpinan Pangiu dan 
Nyompa melawan pasukan KNIL/NICA di bawah komando Controleur Polewali 
G.J.Monsers di daerah Tonyaman Polewali. Pejuang bersenjatakan bambu 
runcing, keris, badik dan parang panjang melawan pasukan KNIL/NICA yang 
mempergunakan senjata api. Controleur Polewali G.J.Monsers dan beberapa 
pengawalnya terbunuh. Pejuang merampas satu pucuk pistol dan senjata 
Ouwengun. 
- Tanggal 17 Agustus 1946,
Satu peleton tentara NICA/KNIL menangkapi semua laki-laki dewasa yang ada di Tonyaman. Disiksa habis-habisan. 
- Tanggal 18 Agustus 1946, 
Pasukan
 KNIL/NICA melancarkan serangan balasan terhadap markas pemuda/pejuang 
di Silopo. Pangiu dan kawan-kawan memberikan perlawanan mati-matian. 
Pabi, pemuda pejuang gugur. Padara, Sida, Mada, dan Pungga Sampe luka 
parah dan tertangkap. Markas pejuang dibakar habis oleh musuh. 
- Pada awal September, 
Di
 bawah pimpinan Ambo Damma, para pejuang menyerang markas musuh di 
Bungin, lima orang gugur yaitu Amba, Tanai, Billa, Badusama, dan 
Mangundang. Pertengahan September, pasukan Pangiu Komandan Kompi III 
melakukan penghadangan di Mirring Polewali. Penghadangan tidak berhasil.
 Granat yang dilemparkan jatuh di belakang mobil musuh. Beberapa orang 
rakyat yang kebetulan ada di sekitar daerah penghadangan ditangkap, 
disiksa dan dibunuh oleh pasukan musuh. 
- Pada akhir bulan September, 
Pangiu
 menyerang mata-mata musuh di Binuang yang dipimpin oleh Wa Saira. Wa 
Saira pun terbunuh juga. Awal Oktober para pejuang di bawah pimpinan 
Nyompa menyerang mata-mata musuh dan pos polisi NICA di Paku. Beberapa 
orang mata-mata musuh ditangkap dan dibunuh. 
- Tanggal 7 Oktober 1946, 
Terjadi
 pertempuran antara para pejuang yang dipimpin Masse dan Landi dengan 
serdadu KNIL di Kalosilosi. Empat orang pejuang gugur, yaitu dipimpin 
Masse, Tangnga, Reken, dan Kadongboli. Di pihak musuh empat orang 
mata-mata ditangkap, dibawa ke Riso,Tapango, diadili dan dibunuh. 
Serdadu
 KNIL menyerangan markas pejuang di Tabone. Empat orang pejuang gugur 
yaitu Lattone, La Runa, Tola dan Tabara (seorang perempuan tukang 
masak). Beberapa orang terperangkap antara lain Onjang, Apo dan Tanah. 
- Tanggal 10 Oktober 1946,
Para
 pejuang mengadakan pertemuan di Kelapadua. Merencanakan penyerangan 
umum terhadap musuh di kota Polewali pada tanggal 12 Oktober. 
- Tanggal 12 Oktober 1946, 
Dipimpin
 oleh Controleur Polewali Yonasse, serdadu KNIL mendadak menyerang 
markas pejuang Kompi II di Kelapadua. Dua puluh satu orang pejuang gugur
 dan beberapa orang ditangkap. Markas pejuang dibakar musuh. 
- Tanggal 13 Oktober 1946,
Pasukan
 KNIL menangkap Badu di Kelapadua. Badu sama sekali tidak mau 
menyebutkan tempat persembunyian kawan-kawannya sesame pejuang. Badua 
ditembak mati. 
- Tanggal 14 Oktober 1946, 
Berdasarkan
 informasi dari seseorang pengkhinat, serdadu KNIL mengetahui lokasi dan
 menyerang markas pejuang di Gua Salu Bayo. Dalam pertempuran, Komandan 
Kompi II Tarrua gugur bersama kedua puteranya, Sampeani dan Lira. 
Pertengahan November, pemimpin tertinggi perjuangan wilayah Polewali 
Andi Hasan Mangga tertangkap. 
- Tanggal 3 Desember 1946, 
Di
 bawah pimpinan H. Umri dan Nyompa para pejuang melakukan penyusupan 
besar-besaran ke dalam Kota Polewali untuk melaksanakan penyerangan 
terhadap kantor Controleur/NICA,  markas
 polisi NICA, dan penjara Polewali. Para pejuang juga melakukan 
aksi-aksi lainnya mengganggu musuh. Aparat KNIL dan polisi NICA 
menangkapi Andi Hasan Mangga, Alex Pattola, Pene Dg Pasanre, H.Ummarang,
 La Hamma, Pangiu, Tamalino, Nongngo, Salampang, Panikkai, Labulan, La 
Gante, Ati Dg Patoangin, Tonang, Manangi, Panjang, Pama, dan Kati. 
Sebagian besar ditembak mati dan yang lainnya dipenjarakan. Untuk 
mengenang, menghargai, menghormati jasa-jasa mereka dibangunlah Monumen 
Bambu Runcing/Tiga Pahlawan Pejuang Kemerdekaan, dan Monumen Perjuangan 
45. Keduanya berada di kota Polewali, kab. Polman.
markas
 polisi NICA, dan penjara Polewali. Para pejuang juga melakukan 
aksi-aksi lainnya mengganggu musuh. Aparat KNIL dan polisi NICA 
menangkapi Andi Hasan Mangga, Alex Pattola, Pene Dg Pasanre, H.Ummarang,
 La Hamma, Pangiu, Tamalino, Nongngo, Salampang, Panikkai, Labulan, La 
Gante, Ati Dg Patoangin, Tonang, Manangi, Panjang, Pama, dan Kati. 
Sebagian besar ditembak mati dan yang lainnya dipenjarakan. Untuk 
mengenang, menghargai, menghormati jasa-jasa mereka dibangunlah Monumen 
Bambu Runcing/Tiga Pahlawan Pejuang Kemerdekaan, dan Monumen Perjuangan 
45. Keduanya berada di kota Polewali, kab. Polman.
 markas
 polisi NICA, dan penjara Polewali. Para pejuang juga melakukan 
aksi-aksi lainnya mengganggu musuh. Aparat KNIL dan polisi NICA 
menangkapi Andi Hasan Mangga, Alex Pattola, Pene Dg Pasanre, H.Ummarang,
 La Hamma, Pangiu, Tamalino, Nongngo, Salampang, Panikkai, Labulan, La 
Gante, Ati Dg Patoangin, Tonang, Manangi, Panjang, Pama, dan Kati. 
Sebagian besar ditembak mati dan yang lainnya dipenjarakan. Untuk 
mengenang, menghargai, menghormati jasa-jasa mereka dibangunlah Monumen 
Bambu Runcing/Tiga Pahlawan Pejuang Kemerdekaan, dan Monumen Perjuangan 
45. Keduanya berada di kota Polewali, kab. Polman.
markas
 polisi NICA, dan penjara Polewali. Para pejuang juga melakukan 
aksi-aksi lainnya mengganggu musuh. Aparat KNIL dan polisi NICA 
menangkapi Andi Hasan Mangga, Alex Pattola, Pene Dg Pasanre, H.Ummarang,
 La Hamma, Pangiu, Tamalino, Nongngo, Salampang, Panikkai, Labulan, La 
Gante, Ati Dg Patoangin, Tonang, Manangi, Panjang, Pama, dan Kati. 
Sebagian besar ditembak mati dan yang lainnya dipenjarakan. Untuk 
mengenang, menghargai, menghormati jasa-jasa mereka dibangunlah Monumen 
Bambu Runcing/Tiga Pahlawan Pejuang Kemerdekaan, dan Monumen Perjuangan 
45. Keduanya berada di kota Polewali, kab. Polman.
Peristiwa Tololoq dan Peristiwa Galung Lombok,
Masyarakat Mandar menyebutnya Panyapuang
 (penyapuan) di Galung Lombok (Desa Galung Lombok, Kec. Tinambung, Kab. 
Polman sekarang). Pembantaian massal yang dilakukan oleh pasukan 
Westerling terhadap rakyat Indonesia dari daerah Baruga, Tande, Simullu,
 Banggae dan sekitarnya (Kab.Majene sekarang) dari daerah Tinambung dan 
sekitarnya (Kab.Polman sekarang). Pembantaian ini berlangsung 1 Februari
 1946 dan menewaskan rakyat dan para pejuang. Kurang lebih 700 orang, 
termasuk 32 orang tawanan anggota pejuang dari penjara Majene. Latar 
belakang terjadinya Peristiwa Galung Lombok karena Belanda sama sekali 
tidak leluasa kembali berkuasa di daerah Mandar. Belanda mendapat 
perlawanan keras dari rakyat Mandar. Para pejuang yang tergabung dalam 
organisasi perjuangan KRIS-Muda bahu membahu dengan para pejuang yang 
membentuk kelas kerang GAPRI 5.3.1 melakukan aksi mengganggu dan melawan
 Belanda. Belanda pun kewalahan. Perlawanan rakyat semakin sulit 
dipatahkan. Pasukan berbaret merah yang dikenal dengan sebutan Detachement Speciale Troepen (DST) beranggotakan 123 orang di bawah pimpinan Letnan Satu  Raymond
 Pierre Westerling dikirim oleh pemerintah Belanda dari Batavia ke 
Sulawesi Selatan dan Barat untuk membina para pejuang untuk memadamkan 
semangat perjuangan Tetap Merdeka. Westerling memperoleh laporan, 
kantong-kantong perjuangan rakyat Sulawesi Selatan dan Barat merata di 
Afdeling Makassar, Pare-Pare, Bonthain, dan Mandar. 
- Tanggal 11 Desember 1946, 
Letnan Gubernur General Dr.H.J.Van Mook di Batavia mengumumkan keadaan darurat perang (SOB) untuk Afdeling Makassar, Pare-Pare, Bonthain, dan Mandar. 
- Tanggal 1 Februari 1947, 
Pasukan
 Westerling di bawah pimpinan Stufkens dan Vermulen mengepung kampung 
Baruga, Simullu, Segeri, Lembang, Tande (di kab.Majene) dan sekitarnya, 
Tinambung, Kanreapi, Lawarang (Kab.Polman) dan sekitarnya. Untuk 
menakut-nakuti rakyat, pasukan Belanda membakar beberapa rumah rakyat. 
Penduduk pada kampung-kampung tersebut dikumpulkan lalu digiring ke 
Galung Lombok. Di tempat itu perempuan dan anak-anak dipisahkan dari 
laki-laki. Kemudian pasukan Westerling mengadakan “pengadilan singkat” 
untuk mengetahui siapa di antara mereka yang di mata Belanda dicap
Ekstremis.
 Untuk mengetahui secara pasti siapa anggota organisasi perjuangan GAPRI
 5.3.1., KRIS Muda,TRIPS dan ALRI, Stufkens dan Vermuelen mendatangkan 
32 orang tawanan anggota pejuang dari penjara Majene, sekitar 10 km dari
 Galung Lombok. Mereka dipaksa menunjuk siapa di antara massa yang hadir
 yang menjadi anggota pejuang atau simpatisan pejuang. Mereka menutup 
mulut rapat-rapat. Karena tentara Belanda tidak berhasil memaksa mereka 
membuka rahasia, mereka dijejerkan dan ditembak satu persatu. 
Selanjutnya penembakan dan pembunuhan ditujukan kepada para pemuka 
masyarakat yang diduga membantu para pejuang. Kepala Distrik dan 
pemuka-pemuka masyarakat Baruga, Tande, Simullu, dan lain-lain satu 
persatu menemui ajal. Sementara penembakan missal terjadi di Galung 
Lombok, Pasukan GAPRI 5.3.1. di bawah pimpinan Basong yang berada di 
markas pejuang di Pumbeke, segera berangkat ke Segeri menyusul menyusul 
kawan-kawannya. Pasukan Westerling tidak juga muncul, pada hal mereka 
sudah lama menunggu. Di Talolo terjadi kontak senjata dengan pasukan 
Belanda yang sedang patroli. Seorang tentara Belanda hendak memperkosa 
seorang wanita, dicegah olah Harun dan Habin anggota pasukan pimpinan 
Basong. Pada pertempuran singkat di Talolo dua orang anggota pasukan 
GAPRI.5.3.1. gugur yaitu Sukirno dan Yonggang. Di pihak tentara Belanda 
terbunuh Dickso, Van Feuw, dan seorang lagi yang tidak diketahui 
namanya. Sesudah pertempuran singkat, Tanne bersama pasukannya datang 
untuk membantu kawan-kawannya. Tiba-tiba sebuah mobil pasukan Westerling
 datang. Pasukan Tanne melempar mobil itu dengan granat dan mobil itu 
pun terbalik masuk jurang.  Begitu
 Stufkens dan Vermuelen mendengar 3 orang anak buahnya dan mobil 
pasukannya masuk jurang, keduanya langsung naik darah. Maka terjadilah 
pembantaian massal rakyat di Galung Lombok yang tadinya hanya pengadilan
 massal mencari para pejuang. Rakyat yang tidak berdosa banyak yang jadi
 korban. Pembunuhan berlangsung sekitar 07.00 pagi sampai pukul 17.00 
sore. Di sore dan malan hari dilaksanakan penguburan seadanya oleh 
kerabat mereka yang masih hidup dan rakyat yang dipaksa oleh pasukan 
Westerling. Banyak pejuang dari organisasi perlawanan KRIS Muda, GAPRI 
5.3.1., pasukan ekspedisi pejuang dari Kalimantan yang gugur. Untuk 
mengenang dan sebagai penghormatan kepada mereka dibangun Monumen Korban
 40.000 Jiwa Galung Lombok di Desa Galung Lombok, kec. Tinambung, 
Kab.Polman.
Begitu
 Stufkens dan Vermuelen mendengar 3 orang anak buahnya dan mobil 
pasukannya masuk jurang, keduanya langsung naik darah. Maka terjadilah 
pembantaian massal rakyat di Galung Lombok yang tadinya hanya pengadilan
 massal mencari para pejuang. Rakyat yang tidak berdosa banyak yang jadi
 korban. Pembunuhan berlangsung sekitar 07.00 pagi sampai pukul 17.00 
sore. Di sore dan malan hari dilaksanakan penguburan seadanya oleh 
kerabat mereka yang masih hidup dan rakyat yang dipaksa oleh pasukan 
Westerling. Banyak pejuang dari organisasi perlawanan KRIS Muda, GAPRI 
5.3.1., pasukan ekspedisi pejuang dari Kalimantan yang gugur. Untuk 
mengenang dan sebagai penghormatan kepada mereka dibangun Monumen Korban
 40.000 Jiwa Galung Lombok di Desa Galung Lombok, kec. Tinambung, 
Kab.Polman.
 Begitu
 Stufkens dan Vermuelen mendengar 3 orang anak buahnya dan mobil 
pasukannya masuk jurang, keduanya langsung naik darah. Maka terjadilah 
pembantaian massal rakyat di Galung Lombok yang tadinya hanya pengadilan
 massal mencari para pejuang. Rakyat yang tidak berdosa banyak yang jadi
 korban. Pembunuhan berlangsung sekitar 07.00 pagi sampai pukul 17.00 
sore. Di sore dan malan hari dilaksanakan penguburan seadanya oleh 
kerabat mereka yang masih hidup dan rakyat yang dipaksa oleh pasukan 
Westerling. Banyak pejuang dari organisasi perlawanan KRIS Muda, GAPRI 
5.3.1., pasukan ekspedisi pejuang dari Kalimantan yang gugur. Untuk 
mengenang dan sebagai penghormatan kepada mereka dibangun Monumen Korban
 40.000 Jiwa Galung Lombok di Desa Galung Lombok, kec. Tinambung, 
Kab.Polman.
Begitu
 Stufkens dan Vermuelen mendengar 3 orang anak buahnya dan mobil 
pasukannya masuk jurang, keduanya langsung naik darah. Maka terjadilah 
pembantaian massal rakyat di Galung Lombok yang tadinya hanya pengadilan
 massal mencari para pejuang. Rakyat yang tidak berdosa banyak yang jadi
 korban. Pembunuhan berlangsung sekitar 07.00 pagi sampai pukul 17.00 
sore. Di sore dan malan hari dilaksanakan penguburan seadanya oleh 
kerabat mereka yang masih hidup dan rakyat yang dipaksa oleh pasukan 
Westerling. Banyak pejuang dari organisasi perlawanan KRIS Muda, GAPRI 
5.3.1., pasukan ekspedisi pejuang dari Kalimantan yang gugur. Untuk 
mengenang dan sebagai penghormatan kepada mereka dibangun Monumen Korban
 40.000 Jiwa Galung Lombok di Desa Galung Lombok, kec. Tinambung, 
Kab.Polman.
Peristiwa Pembantaian di Pamboang,
- Tanggal 5 Februari 1947,
Peristiwa
 sejarah ini dilakukan oleh tentara KNIL, menewaskan 35 orang pahlawan 
termasuk tawanan dari Majene. Diantara korban gugur ialah Kepala Distrik
 Pamboang, Kepala Desa, dan Polisi Kampung. Sebelum ditembak mati, ada 
yang disiksa sehebat-hebatnya. Telinga, hidung, dan kemaluan dipotong.
Mandar di masa penjajahan Jepang,
Sama
 dengan daerah-daerah lainnya di Sulawesi Selatan. Merasakan tekanan, 
penindasan, dan penderitaan yang sangat besar. Para bekas/pemimpin 
partai dan pejuang kemerdekaan di Majene, Pamboang, Polewali, dan di 
tempat-tempat lainnya ditangkap oleh Belanda. Ditahan di Majene sekitar 
dua sampai tujuh hari lamanya, kemudian dilepaskan dengan perintah agar 
benar-benar membubarkan semua partai, pergerakan-pergerakan, dan 
sekolah-sekolah partikelir (swasta) yang ada, disertai ancaman sanksi 
yang berat apabila tidak dijalankan. Mulai berlaku kekuasaan main pukul 
dan main hakim sendiri terhadap siapa saja yang dianggap bersalah, 
walaupun kesalahan itu hanyalah kesalahan  kecil. 
Dalam kesulitan hidup yang berat dan perlakuan sewenang-wenang muncul 
kelompok pemberani di Kerajaan/Distrik Allu di bawah pimpinan Muhammad 
Saleh Puanna I Su’ding (lebih dikenal dengan nama Hamma’ Saleh Puanna I 
Su’ding). Dia dan kawan-kawan melakukan perlawanan bersenjata terhadap 
pemerintahan Jepang pada bulan Maret 1945. Dimulai dengan soal penagihan
 pajak yang tidak ditaati oleh mereka. Mereka memilih mengembara di 
hutan-hutan. Sesekali menyerang polisi Jepang dan menewaskan para polisi
 Jepang tersebut sedekit demi dekit hingga Indonesia menyatakan 
kemerdekaan Indonesia.


 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar