......inilah indonesiaku…....
Mari kita mulai dengan mengenal Pulau Sulawesi….sejauh ini beberapa propinsi yang ada di Pulau Sulawesi adalah….
Sulawesi utara;
Gorontalo;
Sulawesi Tengah;
Sulawesi Barat;
Sulawesi Tenggara; dan…
Sulawesi Selatan.
Sulawesi utara
SEJARAH PROPINSI SULAWESI UTARA
Sulawesi Utara mempunyai latar belakang sejarah yang cukup panjang
sebelum daerah yang berada di paling ujung utara Nusantara ini menjadi
Daerah Propinsi.
Dalam sejarah pemerintahan daerah Sulawesi Utara, seperti halnya daerah lainnya di Indonesia, mengalami beberapa kali perubahan administrasi pemerintahan, seiring dengan dinamika penyelenggaraan pemerintahan bangsa.
Pada permulaan kemerdekaan Republik Indonesia, daerah ini berstatus keresidenan yang merupakan bagian dari Propinsi Sulawesi. Propinsi Sulawesi ketika itu beribukota di Makassar dengan Gubernur yaitu DR.G.S.S.J. Ratulangi.
Dalam sejarah pemerintahan daerah Sulawesi Utara, seperti halnya daerah lainnya di Indonesia, mengalami beberapa kali perubahan administrasi pemerintahan, seiring dengan dinamika penyelenggaraan pemerintahan bangsa.
Pada permulaan kemerdekaan Republik Indonesia, daerah ini berstatus keresidenan yang merupakan bagian dari Propinsi Sulawesi. Propinsi Sulawesi ketika itu beribukota di Makassar dengan Gubernur yaitu DR.G.S.S.J. Ratulangi.
Kemudian sejalan dengan pemekaran administrasi pemerintahan
daerah-daerah di Indonesia, maka pada tahun 1960 Propinsi Sulawesi
dibagi menjadi dua propinsi administratif yaitu Propinsi Sulawesi
Selatan-Tenggara dan Propinsi Sulawesi Utara-Tengah melalui Peraturan
Presiden Nomor 5 Tahun 1960.
Untuk mengatur dan menyelenggarakan kegiatan pemerintahan di Propinsi Sulawesi Utara-Tengah, maka berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor.122/M Tahun 1960 tanggal 31 Maret 1960 ditunjuklah A. Baramuli, SH sebagai Gubernur Sulutteng.
Untuk mengatur dan menyelenggarakan kegiatan pemerintahan di Propinsi Sulawesi Utara-Tengah, maka berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor.122/M Tahun 1960 tanggal 31 Maret 1960 ditunjuklah A. Baramuli, SH sebagai Gubernur Sulutteng.
Sembilan bulan kemudian Propinsi Administratif Sulawesi Utara-Tengah
ditata kembali statusnya menjadi Daerah Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah
melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 47 Tahun
1960. Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Sulutteng meliputi; Kotapradja
Manado, Kotapraja Gorontalo, dan delapan Daerah Tingkat II
masing-masing; Sangihe Talaud, Gorontalo, Bolaang Mongondow, Minahasa,
Buol Toli-Toli, Donggala, Daerah Tingkat II Poso, Luwuk/ Banggai.
Sementara itu, DPRD Propinsi Sulawesi Utara-Tengah baru terbentuk pada
tanggal 26 Desember 1961.
Dalam perkembangan selanjutnya, tercatat suatu momentum penting yang
terpatri dengan tinta emas dalam lembar sejarah daerah ini yaitu
dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964 tanggal 23 September
1964 yang menetapkan status Daerah Tingkat I Sulawesi Utara sebagai
daerah otonom Tingkat I dengan Ibukotanya Manado.
Momentum diundangkannya UU Nomor 13 Tahun 1964 itulah yang kemudian
ditetapkan sebagai hari lahirnya Daerah Tingkat I Sulawesi Utara. Sejak
itulah secara de facto wilayah Daerah Tingkat I Sulawesi Utara
membentang dari utara ke selatan barat daya, dari Pulau Miangas ujung
utara di Kabupaten Sangihe Talaud sampai ke Molosipat di bagian barat
Kabupaten Gorontalo. Adapun daerah tingkat II yang masuk dalam wilayah
Sulawesi Utara yaitu; Kotamadya Manado, Kota Madya Gorontalo, Kabupaten
Minahasa, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Bolaang Mongondow, dan
Kabupaten Sangihe Talaud. Gubernur Propinsi Dati I Sulawesi Utara yang
pertama adalah F.J. Tumbelaka.
Dalam perjalanan panjang Propinsi Sulawesi Utara tercatat sejumlah Gubernur yang telah memimpin daerah ini yaitu:
F.J.Tumbelaka (Pj.Gubernur 1964-1965); Soenandar Prijosoedarmo (Pj.Gubernur 1965-1966); Abdullah Amu (Pj.Gubernur 1966 – 1967); H.V. Worang (1967 – 1978); Willy Lasut.G.A (1978-1979); Erman Harirustaman (Pj.Gubernur 1979-1980); G.H. Mantik (1980-1985); C.J. Rantung (1985-1990); E.E.Mangindaan (1995-2000); Drs. A.J. Sondakh (2000-2005); Ir. Lucky H. Korah, MSi (Pj. Gubernur 2005) dan Drs.S.H.Sarundajang (2005-2010).
F.J.Tumbelaka (Pj.Gubernur 1964-1965); Soenandar Prijosoedarmo (Pj.Gubernur 1965-1966); Abdullah Amu (Pj.Gubernur 1966 – 1967); H.V. Worang (1967 – 1978); Willy Lasut.G.A (1978-1979); Erman Harirustaman (Pj.Gubernur 1979-1980); G.H. Mantik (1980-1985); C.J. Rantung (1985-1990); E.E.Mangindaan (1995-2000); Drs. A.J. Sondakh (2000-2005); Ir. Lucky H. Korah, MSi (Pj. Gubernur 2005) dan Drs.S.H.Sarundajang (2005-2010).
Sementara yang pernah menduduki posisi Wakil Gubernur yaitu; Drs.
Abdullah Mokoginta (1985-1991); A. Nadjamuddin (1991-1996); J. B. Wenas
(Wagub Bidang Pemerintahan dan Kesra, 1997-2000); Prof. Dr. Hi. H. A.
Nusi, DSPA (Wagub Bidang Ekonomi dan Pembangunan, 1998-2000 ), dan
Freddy H. Sualang (2000-2005) dan terpilih kembali untuk periode
2005-2010.
Selanjutnya, seiring dengan nuansa reformasi dan otonomi daerah,
maka telah dibentuk Propinsi Gorontalo sebagai pemekaran dari Propinsi
Sulawesi Utara melalui Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2000. Dengan
dibentuknya Propinsi Gorontalo tersebut, maka wilayah Propinsi Sulawesi
Utara meliputi; Kota Manado, Kota Bitung, Kab. Minahasa, Kab. Sangihe
dan Talaud dan Kab. Bolaang Mongondow. Pada Tahun 2003 Propinsi
Sulawesi Utara mengalami penambahan 3 Kabupaten dan 1 Kota dengan
Kabupaten Minahasa sebagai Kabupaten induk yaitu Kabupaten Minahasa
Selatan, Kabupaten Minahasa Utara dan Kota Tomohon serta Kabupaten
Kepulauan Talaud. Kemudian tahun 2007 ketambahan lagi 4 lagi
Kabupaten/Kota yakni Kab. Minahasa Tenggara, Kab. Bolmong Utara, Kab.
Sitaro dan Kota Kotamobagu.
Secara Geografis,
Propinsi Sulawesi Utara terletak di jazirah utara Pulau Sulawesi dan merupakan salah satu dari tiga propinsi di Indonesia yang terletak di sebelah utara garis khatulistiwa. Dua propinsi lainnya adalah Propinsi Sumatera Utara dan Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Dilihat dari letak geografis Sulawesi Utara terletak pada 0.300-4.300 Lintang Utara (LU) dan 1210-1270 Bujur Timur (BT). Kedudukan jazirah membujur dari timur ke barat dengan daerah paling utara adalah Kepulauan Sangihe dan Talaud, dimana wilayah kepulauan ini berbatasan langsung dengan negara tetangga Filipina. Wilayah Propinsi Sulawesi Utara mempunyai batas-batas:
Utara : Laut Sulawesi, Samudra Pasifik dan Republik Filipina
Timur : Laut Maluku
Selatan : Teluk Tomini
Barat : Propinsi Gorontalo
Propinsi Sulawesi Utara terletak di jazirah utara Pulau Sulawesi dan merupakan salah satu dari tiga propinsi di Indonesia yang terletak di sebelah utara garis khatulistiwa. Dua propinsi lainnya adalah Propinsi Sumatera Utara dan Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Dilihat dari letak geografis Sulawesi Utara terletak pada 0.300-4.300 Lintang Utara (LU) dan 1210-1270 Bujur Timur (BT). Kedudukan jazirah membujur dari timur ke barat dengan daerah paling utara adalah Kepulauan Sangihe dan Talaud, dimana wilayah kepulauan ini berbatasan langsung dengan negara tetangga Filipina. Wilayah Propinsi Sulawesi Utara mempunyai batas-batas:
Utara : Laut Sulawesi, Samudra Pasifik dan Republik Filipina
Timur : Laut Maluku
Selatan : Teluk Tomini
Barat : Propinsi Gorontalo
Gorontalo
SEJARAH GORONTALO
Menurut sejarah, Jazirah Gorontalo terbentuk kurang lebih 400 tahun lalu dan merupakan salah satu kota tua di Sulawesi selain Kota Makassar, Pare-pare dan Manado.
Gorontalo pada saat itu menjadi salah satu pusat penyebaran agama Islam di Indonesia Timur yaitu dari Ternate, Gorontalo, Bone. Seiring dengan penyebaran agama tersebut Gorontalo menjadi pusat pendidikan dan perdagangan masyarakat di wilayah sekitar seperti Bolaang Mongondow (Sulut); Buol Toli-Toli, Luwuk Banggai, Donggala (Sulteng) bahkan sampai ke Sulawesi Tenggara.Gorontalo menjadi pusat pendidikan dan perdagangan karena letaknya yang strategis menghadap Teluk Tomini (bagian selatan) dan Laut Sulawesi (bagian utara).
Menurut sejarah, Jazirah Gorontalo terbentuk kurang lebih 400 tahun lalu dan merupakan salah satu kota tua di Sulawesi selain Kota Makassar, Pare-pare dan Manado.
Gorontalo pada saat itu menjadi salah satu pusat penyebaran agama Islam di Indonesia Timur yaitu dari Ternate, Gorontalo, Bone. Seiring dengan penyebaran agama tersebut Gorontalo menjadi pusat pendidikan dan perdagangan masyarakat di wilayah sekitar seperti Bolaang Mongondow (Sulut); Buol Toli-Toli, Luwuk Banggai, Donggala (Sulteng) bahkan sampai ke Sulawesi Tenggara.Gorontalo menjadi pusat pendidikan dan perdagangan karena letaknya yang strategis menghadap Teluk Tomini (bagian selatan) dan Laut Sulawesi (bagian utara).
Kedudukan Kota Kerajaan Gorontalo mulanya berada di Kelurahan Hulawa
Kecamatan Telaga sekarang, tepatnya di pinggiran sungai Bolango.
Menurut Penelitian, pada tahun 1024 H, kota Kerajaan ini dipindahkan
dari Keluruhan Hulawa ke Dungingi Kelurahan Tuladenggi Kecamatan Kota
Barat sekarang. Kemudian dimasa Pemerintahan Sultan Botutihe kota
Kerajaan ini dipindahkan dari Dungingi di pinggiran sungai Bolango, ke
satu lokasi yang terletak antara dua kelurahan yaitu Kelurahan Biawao
dan Kelurahan Limba B.
Dengan letaknya yang stategis yang menjadi pusat pendidikan dan
perdagangan serta penyebaran agama islam maka pengaruh Gorontalo sangat
besar pada wilayah sekitar, bahkan menjadi pusat pemerintahan yang
disebut dengan Kepala Daerah Sulawesi Utara Afdeling Gorontalo yang
meliputi Gorontalo dan wilayah sekitarnya seperti Buol ToliToli dan,
Donggala dan Bolaang Mongondow.
Sebelum masa penjajahan keadaaan daerah Gorontalo berbentuk
kerajaan-kerajaan yang diatur menurut huukm adat etatanegaraan
Gorontalo. Kerajaan-kerajaan itu tergabung dalam satu ikatan
kekeluargaan yang disebut “Pohala’a”. Menurut Haga (1931) daerah
Gorontalo ada lima pohala’a :
• Pohala’a Gorontalo
• Pohala’a Limboto
• Pohala’a Suwawa
• Pohala’a Boalemo
• Pohala’a Atinggola
• Pohala’a Gorontalo
• Pohala’a Limboto
• Pohala’a Suwawa
• Pohala’a Boalemo
• Pohala’a Atinggola
Dengan hukum adat itu maka Gorontalo termasuk 19 wilayah adat di Indonesia. Antara agama dengan adat di Gorontalo menyatu dengan istilah “Adat bersendikan Syara’ dan Syara’ bersendikan Kitabullah”.
Pohalaa Gorontalo merupakan pohalaa yang paling menonjol diantara
kelima pohalaa tersebut. Itulah sebabnya Gorontalo lebih banyak dikenal.
Asal usul nama Gorontalo terdapat berbagai pendapat dan penjelasan antara lain :
• Berasal dari “Hulontalangio”, nama salah satu kerajaan yang dipersingkat menjadi hulontalo.
• Berasal dari “Hua Lolontalango” yang artinya orang-orang Gowa yang berjalan lalu lalang.
• Berasal dari “Hulontalangi” yang artinya lebih mulia.
• Berasal dari “Hulua Lo Tola” yang artinya tempat berkembangnya ikan Gabus.
• Berasal dari “Pongolatalo” atau “Puhulatalo” yang artinya tempat menunggu.
• Berasal dari Gunung Telu yang artinya tiga buah gunung.
• Berasal dari “Hunto” suatu tempat yang senantiasa digenangi air
• Berasal dari “Hulontalangio”, nama salah satu kerajaan yang dipersingkat menjadi hulontalo.
• Berasal dari “Hua Lolontalango” yang artinya orang-orang Gowa yang berjalan lalu lalang.
• Berasal dari “Hulontalangi” yang artinya lebih mulia.
• Berasal dari “Hulua Lo Tola” yang artinya tempat berkembangnya ikan Gabus.
• Berasal dari “Pongolatalo” atau “Puhulatalo” yang artinya tempat menunggu.
• Berasal dari Gunung Telu yang artinya tiga buah gunung.
• Berasal dari “Hunto” suatu tempat yang senantiasa digenangi air
Jadi asal usul nama Gorontalo (arti katanya) tidak diketahui lagi,
namun jelas kata “hulondalo” hingga sekarang masih hidup dalam ucapan
orang Gorontalo dan orang Belanda karena kesulitan dalam mengucapkannya
diucapkan dengan Horontalo dan bila ditulis menjadi Gorontalo.
Pada tahun 1824 daerah Limo Lo Pohalaa telah berada di bawah
kekusaan seorang asisten Residen disamping Pemerintahan tradisonal.
Pada tahun 1889 sistem pemerintahan kerajaan dialihkan ke pemerintahan
langsung yang dikenal dengan istilah “Rechtatreeks Bestur”. Pada tahun
1911 terjadi lagi perubahan dalam struktur pemerintahan Daerah Limo lo
pohalaa dibagi atas tiga Onder Afdeling yaitu
• Onder Afdeling Kwandang
• Onder Afdeling Boalemo
• Onder Afdeling Gorontalo
Selanjutnya pada tahun 1920 berubah lagi menjadi lima distrik yaitu :
• Distrik Kwandang
• Distrik Limboto
• Distrik Bone
• Distrik Gorontalo
• Distrik Boalemo
Pada tahun 1922 Gorontalo ditetapkan menjadi tiga Afdeling yaitu :
• Afdeling Gorontalo
• Afdeling Boalemo
• Afdeling Buol
Sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, rakyat Gorontalo dipelopori oleh Bpk. H. Nani Wartabone berjuang dan merdeka pada tanggal 23 Januari 1942. Selama kurang lebih dua tahun yaitu sampai tahun 1944 wilayah Gorontalo berdaulat dengan pemerintahan sendiri. Perjuangan patriotik ini menjadi tonggak kemerdekaan bangsa Indonesia dan memberi imbas dan inspirasi bagi wilayah sekitar bahkan secara nasional. Oleh karena itu Bpk H. Nani Wartabone dikukuhkan oleh Pemerintah RI sebagai pahlawan perintis kemerdekaan.
• Onder Afdeling Kwandang
• Onder Afdeling Boalemo
• Onder Afdeling Gorontalo
Selanjutnya pada tahun 1920 berubah lagi menjadi lima distrik yaitu :
• Distrik Kwandang
• Distrik Limboto
• Distrik Bone
• Distrik Gorontalo
• Distrik Boalemo
Pada tahun 1922 Gorontalo ditetapkan menjadi tiga Afdeling yaitu :
• Afdeling Gorontalo
• Afdeling Boalemo
• Afdeling Buol
Sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, rakyat Gorontalo dipelopori oleh Bpk. H. Nani Wartabone berjuang dan merdeka pada tanggal 23 Januari 1942. Selama kurang lebih dua tahun yaitu sampai tahun 1944 wilayah Gorontalo berdaulat dengan pemerintahan sendiri. Perjuangan patriotik ini menjadi tonggak kemerdekaan bangsa Indonesia dan memberi imbas dan inspirasi bagi wilayah sekitar bahkan secara nasional. Oleh karena itu Bpk H. Nani Wartabone dikukuhkan oleh Pemerintah RI sebagai pahlawan perintis kemerdekaan.
Pada dasarnya masyarakat Gorontalo mempunyai jiwa nasionalisme yang
tinggi. Indikatornya dapat dibuktikan yaitu pada saat “Hari Kemerdekaan
Gorontalo” yaitu 23 Januari 1942 dikibarkan bendera merah putih dan
dinyanyikan lagu Indonesia Raya. Padahal saat itu Negara Indonesia
sendiri masih merupakan mimpi kaum nasionalis tetapi rakyat Gorontalo
telah menyatakan kemerdekaan dan menjadi bagian dari Indonesia.
Selain itu pada saat pergolakan PRRI Permesta di Sulawesi Utara
masyarakat wilayah Gorontalo dan sekitarnya berjuang untuk tetap
menyatu dengan Negara Republik Indonesia dengan semboyan “Sekali ke
Djogdja tetap ke Djogdja” sebagaimana pernah didengungkan pertama kali
oleh Ayuba Wartabone di Parlemen Indonesia Timur ketika Gorontalo
menjadi bagian dari Negara Indonesia Timur.
Geografis
Geografis
Berdasarkan UU No. 38 tahun 2001, wilayah Gorontalo ditetapkan
sebagai Provinsi, lepas dari Provinsi Sulawesi Utara. Gorontalo sebagai
provinsi yang ke 32 secara geografis terletak diantara 0º, 30′ – 1º,0′
lintang utara dan 121º,0′ – 123º,30′ Bujur Timur, yang diapit oleh Laut
Sulawesi di sebelah Utara, Provinsi Sulut di sebelah Timur, Teluk
Tomini di sebelah Selatan, dan Provinsi Sulteng di sebelah Barat.
Provinsi Gorontalo memiliki luas wilayah sebesar 12.215,45 km2
Provinsi Gorontalo memiliki luas wilayah sebesar 12.215,45 km2
Sulawesi tengah…

Ibukota : Palu
SEJARAH SULAWESI TENGAH
Wilayah Propinsi Sulawesi Tengah, sebelum jatuh ke tangan Pemerintahan Hindia Belanda merupakan sebuah Pemerintahan Kerajaan yang terdiri atas 15 (Lima Belas) Kerajaan dibawah kepemimpinan para raja yang selanjutnya dalam sejarah Sulawesi Tengah dikenal dengan julukan Tujuh Kerajaan di Timur dan Delapan Kerajaan di Barat.
Semenjak tahun 1905, wilayah Sulawesi Tengah seluruhnya jatuh ketangan Pemerintahan Hindia Belanda, dari Tujuh Kerajaan Di Timur dan Delapan Kerajaan Di Barat, kemudian oleh Pemerintah Hindia Belanda dijadikan Landschap-landschap atau Pusat-pusat Pemerintahan Hindia Belanda yang meliputi, antara lain :
1. Poso Lage di Poso;
2. Lore di Wianga;
3. Tojo di Ampana ;
4. Pulau Una-una di Una-una;
5. Bungku di Bungku;
6. Mori di Kolonodale;
7. Bagai di Luwuk;
8. Parigi di Parigi;
9. Moutong di Tinombo;
10. Tawaeli di Tawaeli;
11. Banawa di Donggala;
12. Palu di Palu;
13. Sigi/Dolo di Biromaru;
14. Kulawi di Kulawi
15. Tolo-toli di Toli-toli;
Ibukota : Palu
SEJARAH SULAWESI TENGAH
Wilayah Propinsi Sulawesi Tengah, sebelum jatuh ke tangan Pemerintahan Hindia Belanda merupakan sebuah Pemerintahan Kerajaan yang terdiri atas 15 (Lima Belas) Kerajaan dibawah kepemimpinan para raja yang selanjutnya dalam sejarah Sulawesi Tengah dikenal dengan julukan Tujuh Kerajaan di Timur dan Delapan Kerajaan di Barat.
Semenjak tahun 1905, wilayah Sulawesi Tengah seluruhnya jatuh ketangan Pemerintahan Hindia Belanda, dari Tujuh Kerajaan Di Timur dan Delapan Kerajaan Di Barat, kemudian oleh Pemerintah Hindia Belanda dijadikan Landschap-landschap atau Pusat-pusat Pemerintahan Hindia Belanda yang meliputi, antara lain :
1. Poso Lage di Poso;
2. Lore di Wianga;
3. Tojo di Ampana ;
4. Pulau Una-una di Una-una;
5. Bungku di Bungku;
6. Mori di Kolonodale;
7. Bagai di Luwuk;
8. Parigi di Parigi;
9. Moutong di Tinombo;
10. Tawaeli di Tawaeli;
11. Banawa di Donggala;
12. Palu di Palu;
13. Sigi/Dolo di Biromaru;
14. Kulawi di Kulawi
15. Tolo-toli di Toli-toli;
Dalam perkembanganya, ketika Pemerintahan Hindia Belanda jatuh dan
sudah tidak berkuasa lagi di Sulawesi Tengah serta seluruh Indonesia,
oleh Pemerintah Pusat membagi wilayah Sulawesi Tengah menjadi 3 (Tiga)
bagian yakni :
1. Sulawesi Tengah bagian Barat, meliputi wilayah Kabupaten Poso, Kabupaten Banggai dan Kabupaten Buol Toli-toli. Pembagian wilayah ini didasarkan pada Undang-undang Nomor 29 Tahun 1959, tentang pembentukan Daerah-daerah Tingkat II di Sulawesi;
2. Sulawesi Tengah bagian Tengah (Teluk Tomini), masuk Wilayah Karesidenan Sulawesi Utara di Manado. Pada tahun 1919, seluruh Wilayah Sulawesi Tengah masuk Wilayah Karesidenen Sulawesi Utara di Manado. Pada tahun 1940, Sulawesi Tengah di bagi menjadi 2 Afdeeling yaitu Afdeeling Donggala yang meliputi Tujuh Onder Afdeeling dan Lima Belas Swapraja.
3. Sulawesi Tengah bagian Timur (Teluk Tolo) masuk Wilayah Karesedenan Sulawesi Timur Bau-bau.
1. Sulawesi Tengah bagian Barat, meliputi wilayah Kabupaten Poso, Kabupaten Banggai dan Kabupaten Buol Toli-toli. Pembagian wilayah ini didasarkan pada Undang-undang Nomor 29 Tahun 1959, tentang pembentukan Daerah-daerah Tingkat II di Sulawesi;
2. Sulawesi Tengah bagian Tengah (Teluk Tomini), masuk Wilayah Karesidenan Sulawesi Utara di Manado. Pada tahun 1919, seluruh Wilayah Sulawesi Tengah masuk Wilayah Karesidenen Sulawesi Utara di Manado. Pada tahun 1940, Sulawesi Tengah di bagi menjadi 2 Afdeeling yaitu Afdeeling Donggala yang meliputi Tujuh Onder Afdeeling dan Lima Belas Swapraja.
3. Sulawesi Tengah bagian Timur (Teluk Tolo) masuk Wilayah Karesedenan Sulawesi Timur Bau-bau.
Tahun 1964 dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor
2 Tahun 1964 terbentuklah Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah yang
meliputi empat kabupaten yaitu Kabupaten Donggala, Kabupaten Poso,
Kabupaten Banggai dan Kabupaten Buol Toli-toli. Selanjutnya Pemerintah
Pusat menetapkan Propinsi Sulawesi Tengah sebagai Propinsi yang otonom
berdiri sendiri yang ditetapkan dengan Undang-undang Nomor 13 Tahun
1964 tentang Pembentukan Propinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah dan
selanjutnya tanggal pembentukan tersebut diperingatin sebagai Hari
Lahirnya Propinsi Sulawesi Tengah.
Dengan perkembangan Sistem Pemerintahan dan tutunan Masyarakat dalam
era Reformasi yang menginkan adanya pemekaran Wilayah menjadi
Kabupaten, maka Pemerintah Pusat mengeluarkan kebijakan melalui
Undang-undang Nomor 11 tahun 2000 tentang perubahan atas Undang-undang
Nomor 51 Tahun 1999 tentang pembentukan Kabupaten Buol, Morowali dan
Banggai Kepulauan. Kemudian melalui Undang-undang Nomor 10 Tahun 2002
oleh Pemerintah Pusat terbentuk lagi Kabupaten baru di Propinsi
Sulawesi Tengah yakni Kabupaten Parigi Moutong. Dengan demikian hingga
saat ini berdasarkan pemekaran Wilayah Kabupaten di Propinsi Sulawesi
Tengah, Menjadi sembilan Daerah yakni :
1. Kabupaten Donggala berkedudukan di Donggala
2. Kabupaten Poso berkedudukan di Poso
3. Kabupaten Banggai berkedudukan di Luwuk
4. Kabupaten Toli-toli berkedudukan di Toli-toli
5. Kota Palu berkedudukan di Palu
6. Kabupaten Buol berkedudukan di Buol
7. Kabupaten Morowali berkedudukan di Kolonodale
8. Kabupaten Banggai Kepulauan berkedudukan di Banggai
9. Kabupaten Parigi Moutong berkedududkan di Parigi
1. Kabupaten Donggala berkedudukan di Donggala
2. Kabupaten Poso berkedudukan di Poso
3. Kabupaten Banggai berkedudukan di Luwuk
4. Kabupaten Toli-toli berkedudukan di Toli-toli
5. Kota Palu berkedudukan di Palu
6. Kabupaten Buol berkedudukan di Buol
7. Kabupaten Morowali berkedudukan di Kolonodale
8. Kabupaten Banggai Kepulauan berkedudukan di Banggai
9. Kabupaten Parigi Moutong berkedududkan di Parigi
Propinsi Sulawesi Tengah yang dibentuk dengan Undang-undang Nomor 13
tahun 1964 terletak diantara 2022’ Lintang Utara dan 3048’ Lintang
Selatan serta 119022’ Bujur Timur.
Batas-batas Wilayahnya adalah :
- Sebelah Utara : Propinsi Gorontalo
- Sebelah Timur : Propinsi Maluku
- Sebelah Selatan : Propinsi Sulawesi Selatan dan Propinsi Sulawesi Tenggara.
- Sebelah Barat : Selat Makasar
Batas-batas Wilayahnya adalah :
- Sebelah Utara : Propinsi Gorontalo
- Sebelah Timur : Propinsi Maluku
- Sebelah Selatan : Propinsi Sulawesi Selatan dan Propinsi Sulawesi Tenggara.
- Sebelah Barat : Selat Makasar
Luas daratan Wilayah Propinsi Sulawesi Tengah adalah 68.033 Km2.
Secara administratif Propinsi Sulawesi Tengah di bagi menjadi delapan
Kabupaten dan satu kota dengan 85 Kecamatan dan1.432 Desa/Kelurahan
dengan jumlah penduduk sebesar 2.215.449 jiwa dan tingkat kepadatan
rata-rata 29 jiwa/Km2. Sedangkan laju pertumbuhan penduduk sebesar
2,59%. Sebaran penduduk Propinsi Sulawesi Tengah secara umum
masing-masing berada di kawasan pemukiman pedalaman sebesar 30% kawasan
pantai sebesar 60% dan kawasan kepulauan Sebesar 10%.
Sulawesi Barat
Ibukota : Mamuju
Sejarah Terbentuknya SULAWESI BARAT
Ibukota : Mamuju
Sejarah Terbentuknya SULAWESI BARAT
Ide pembentukan Provinsi Mandar diubah menjadi rencana pembentukan
Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) dan ini tercetus di rumah H. A. Depu
di Jl. Sawerigading No. 2 Makassar, kemudian sekitar tahun 1961
dideklarasikan di Bioskop Istana (Plaza) Jl. Sultan Hasanuddin Makassar
dan perjuangan tetap dilanjutkan sampai pada masa Orde Baru perjuangan
tetap berjalan namun selalu menemui jalan buntu yang akhirnya
perjuangan ini seakan dipeti-es-kan sampai pada masa Reformasi barulah
perjuangan ini kembali diupayakan oleh tokoh masyarakat Mandar sebagai
pelanjut perjuangan generasi lalu yang diantara pencetus awal hanya H.
A. Malik yang masih hidup, namun juga telah wafat dalam perjalanan
perjuangan dan pada tahun 2000 yang lalu dideklarasikan di Taman Makam
Pahlawan Korban 40.000 jiwa di Galung Lombok kemudian dilanjutkan
dengan Kongres I Sulawesi Barat yang pelaksanaannya diadakan di Majene
dengan mendapat persetujuan dan dukungan dari Bupati dan Ketua DPRD
Kab. Mamuju, Kab. Majene dan Kab. Polmas.
Tuntutan memisahkan diri dari Sulsel sebagaiman diatas sudah dimulai
masyarakat di wilayah Eks Afdeling Mandar sejak sebelum Indonesia
merdeka. Setelah era reformasi dan disahkannya UU Nomor 22 Tahun 1999
kemudian menggelorakan kembali perjuangan masyarakat di tiga kabupaten,
yakni Polewali Mamasa, Majene, dan Mamuju untuk menjadi provinsi.
Sejak tahun 2005, tiga kabupaten (Majene, Mamuju dan
Polewali-Mamasa) resmi terpisah dari Propinsi Sulawesi Selatan menjadi
Propinsi Sulawesi Barat, dengan ibukota Propinsi di kota Mamuju.
Selanjutnya, Kabupaten Polewali-Mamasa juga dimekarkan menjadi dua
kabupaten terpisah (Kabupaten Polewali dan Kabupaten Mamasa).
Untuk jangka waktu cukup lama, daerah ini sempat menjadi salah satu
daerah yang paling terisolir atau ‘yang terlupakan’ di Sulawesi
Selatan. Ada beberapa faktor penyebabnya, antara lain, yang terpenting:
1. Jaraknya yang cukup jauh dari ibukota propinsi (Makassar);
2. kondisi geografisnya yang bergunung-gunung dengan prasarana jalan yang buruk;
3. mayoritas penduduknya (etnis Mandar, dan beberapa kelompok sub-etnik kecil lainnya) yang lebih egaliter, sehingga sering berbeda sikap dengan kelompok etnis mayoritas dan dominan (Bugis dan Makassar) yang lebih hierarkis (atau bahkan feodal) – pada awal tahun 1960an, sekelompok intelektual muda Mandar pimpinan almarhum Baharuddin Lopa (Menteri Kehakiman dan Jaksa Agung pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, 1999-2000, dan sempat menjadi ‘aikon nasional’ gerakan anti korupsi karena kejujurannya yang sangat terkenal) melayangkan ‘Risalah Demokrasi’ menyatakan ketidaksetujuan mereka terhadap beberapa kebijakan politik Jakarta dan Makassar; serta
4.Fakta sejarah daerah ini sempat menjadi pangkalan utama ‘tentara pembelot’ (Batalion 310 pimpinan Kolonel Andi Selle), pada tahun 1950-60an, yang kecewa terhadap beberapa kebijakan pemerintah dan kemudian melakukan perlawanan bersenjata terhadap Tentara Nasional Indonesia (TNI); selain sebagai daerah lintas-gunung dan hutan –untuk memperoleh pasokan senjata selundupan melalui Selat Makassar- oleh gerilyawan Darul Islam (DI) pimpinan Kahar Muzakkar yang berbasis utama di Kabupaten Luwu dan Kabupaten Enrekang di sebelah timurnya.
1. Jaraknya yang cukup jauh dari ibukota propinsi (Makassar);
2. kondisi geografisnya yang bergunung-gunung dengan prasarana jalan yang buruk;
3. mayoritas penduduknya (etnis Mandar, dan beberapa kelompok sub-etnik kecil lainnya) yang lebih egaliter, sehingga sering berbeda sikap dengan kelompok etnis mayoritas dan dominan (Bugis dan Makassar) yang lebih hierarkis (atau bahkan feodal) – pada awal tahun 1960an, sekelompok intelektual muda Mandar pimpinan almarhum Baharuddin Lopa (Menteri Kehakiman dan Jaksa Agung pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, 1999-2000, dan sempat menjadi ‘aikon nasional’ gerakan anti korupsi karena kejujurannya yang sangat terkenal) melayangkan ‘Risalah Demokrasi’ menyatakan ketidaksetujuan mereka terhadap beberapa kebijakan politik Jakarta dan Makassar; serta
4.Fakta sejarah daerah ini sempat menjadi pangkalan utama ‘tentara pembelot’ (Batalion 310 pimpinan Kolonel Andi Selle), pada tahun 1950-60an, yang kecewa terhadap beberapa kebijakan pemerintah dan kemudian melakukan perlawanan bersenjata terhadap Tentara Nasional Indonesia (TNI); selain sebagai daerah lintas-gunung dan hutan –untuk memperoleh pasokan senjata selundupan melalui Selat Makassar- oleh gerilyawan Darul Islam (DI) pimpinan Kahar Muzakkar yang berbasis utama di Kabupaten Luwu dan Kabupaten Enrekang di sebelah timurnya.
Pembentukan daerah kabupaten baru di wilayah sulawesi barat masih
dalam proses dan dalam prosesnya masih sering diiringi oleh
permasalahan-permasalahan yang merupakan efek penyatuan pendapat yang
belum memiliki titik temu.
Propinsi Sulawesi Barat yang beribukota di Mamuju terletak antara
00121 – 30361 Lintang Selatan dan 118043’15″ Bujur Timur, yang
berbatasan dengan Propinsi Sulawesi Tengah di sebelah utara dan selat
Makassar si sebelah barat. Batas sebelah selatan dan timur adalah
propinsi Sulawesi Selatan.
Jumlah sungai yang mengaliri wilayah Sulawesi Barat tercatat sekitar
8 aliran sungai, dengan jumlah aliran terbesar di kabupaten Polewali
Mandar, yakni 5 aliran sungai. Sungai terpanjang tercatat ada dua
sungai yakni Sungai Saddang yang mengalir meliputi Kabupaten Tator,
Enrekang, Pinrang dan Polewali Mandar serta Sungai Karama di Kabupaten
Mamuju. Panjang kedua sungai tersebut masing-masing 150 km.
Di sulawesi Barat terdapat 2 gunung yang mempunyai ketinggian di
atas 2.500 meter di atas permukaan laut. gunung ini beridi tegak di
Kabupaten Mamuju.
Luas wilayah Propinsi Sulawesi Barat tercatat 16.937,16 kilometer
persegi yang meliputi 5 kabupaten. Kabupaten Mamuju merupakan Kabupaten
terluas dengan luas 8.014,06 kilometer persegi atau luas kabupaten
tersebut merupakan 47,32 persen dari seluruh wilayah Sulawesi Barat.
Ibukota : Makassar
Sejarah Sulawesi selatan
Sebelum Proklamasi RI, Sulawesi Selatan, terdiri atas sejumlah
wilayah kerajaan yang berdiri sendiri dan didiami empat etnis yaitu ;
Bugis, Makassar, Mandar dan Toraja.
Ada tiga kerajaan besar yang berpengaruh luas yaitu Luwu, Gowa dan Bone, yang pada abad ke XVI dan XVII mencapai kejayaannya dan telah melakukan hubungan dagang serta persahabatan dengan bangsa Eropa, India, Cina, Melayu dan Arab.
Setelah kemerdekaan, dikeluarkan UU Nomor 21 Tahun 1950 dimana Sulawesi Selatan menjadi propinsi Administratif Sulawesi dan selanjutnya pada tahun 1960 menjadi daerah otonom Sulawesi Selatan dan Tenggara berdasarkan UU Nomor 47 Tahun 1960. Pemisahan Sulawesi Selatan dari daerah otonom Sulawesi Selatan dan Tenggara ditetapkan dengan UU Nomor 13 Tahun 1964, sehingga menjadi daerah otonom Sulawesi Selatan.
Periode Gubernur :Ada tiga kerajaan besar yang berpengaruh luas yaitu Luwu, Gowa dan Bone, yang pada abad ke XVI dan XVII mencapai kejayaannya dan telah melakukan hubungan dagang serta persahabatan dengan bangsa Eropa, India, Cina, Melayu dan Arab.
Setelah kemerdekaan, dikeluarkan UU Nomor 21 Tahun 1950 dimana Sulawesi Selatan menjadi propinsi Administratif Sulawesi dan selanjutnya pada tahun 1960 menjadi daerah otonom Sulawesi Selatan dan Tenggara berdasarkan UU Nomor 47 Tahun 1960. Pemisahan Sulawesi Selatan dari daerah otonom Sulawesi Selatan dan Tenggara ditetapkan dengan UU Nomor 13 Tahun 1964, sehingga menjadi daerah otonom Sulawesi Selatan.
I. Gubernur Sulawesi
1945 – 1949 DR. G. S.S.J. Ratulangi
1950 – 1951 B. W. Lapian
1951 – 1953 R. Sudiro
1953 – A. Burhanuddin
1953 – 1956 Lanto Dg. Pasewang
1956 – 1959 A. Pangerang Pettarani
II. Gubernur Sulawesi Selatan dan Tenggara :
1959 – 1960 A. Pangerang Pettarani
1960 – 1966 A. A. Rivai.
III. Gubernur Sulawesi Selatan
1966 – 1978 Ahmad Lamo (Dua periode)
1978 – 1983 Andi Oddang
1983 – 1993 A. Amiruddin (Dua periode)
1993 – 2003 H. Z. B. Palaguna (Dua periode)
2003 – sekarang H. M. Amin Syam
Menurut catatan sejarah Budaya Sulsel, ada tiga kerajaan besar yang
pernah berpengaruh luas yakni Kerajaan Luwu, Gowa, dan Bone, disamping
sejumlah kerajaan kecil yang beraliansi dengan kerajaan besar, namun
tetap bertahan secara otonom. Berbeda dengan pembentukan Propinsi lain
di indonesia, Sulsel terbentuk menjadi satu kesatuan wilayah
administratif tingkat propinsi, atas kemauan dan ikrar raja-raja serta
masyarakat setempat sekaligus bergabung dalam negara kesatuan Republik
Iindonesia, sehingga Sulsel menjadi salah satu propinsi di Indonesia
yang diatur dalam UU Nomor 21 tahun 1950 dan Makassar sebagai pusat
pemerintahan.
Dengan undang-undang ini maka Wilayah Administratif Sulsel terbagi
menjadi 21 daerah swantantra tingkat II dan 2 (dua) kotapraja yakni
Makassar dan Parepare. Status Propinsi Administratif Sulawesi berakhir
pada tahun 1960 yang ditetapkan dengan UU Nomor 47 Tahun 1960 dan
secara otonom membagi Sulawesi menjadi Propinsi Sulawesi Selatan
Tenggara beribukota Makassar dan Propinsi Sulawesi Utara-Tengah
beribukota Manado, Empat tahun kemudian pemisahan wilayah Sulawesi
Selatan dan Tenggara ditetapkan dalam II Nomor 13 Tahun 1964 dan
Sulawesi Selatan resmi menjadi daerah otonom dan terus disempurnakan
dengan ditetapkannya UU No. 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok
pemerintahan di daerah yang menggabungkan wilayah administratif
daerah-daerah otonom dalam satu penyebutan yaitu Daerah Tingkat II atau
Kotamdya dan Propinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Selanjutnya
Propinsi daerah Tingkat I Sulawesi Selatan terbagi dalam 23
Kabupaten/Kotamadya serta 2 (dua) Kota Administratif yakni Palopo di
Kabupaten Luwu dan Watampone di kabupaten Bone. Sedangkan yang sangat
berarti adalah perubahan nama ibukota Propinsi sulawesi Selatan dari
makassar ke Ujung Pandang yang ditetapkan dalam PP Nomor 51 tahun 1971
Lembaran negara Republik Indonesia Nomor 65 tahun 1971.
Sulawesi Selatan terletak di jazirah Selatan Pulau Sulawesi. Propinsi yang Beribukota di Makassar ini, terletak antara :
0 ° 12‘ – 8 ° Lintang Selatan
116 °48‘ – 122 ° 36‘ Bujur Timur.
Secara administratif berbatasan :
Sebelah Utara dengan Propinsi Sulawesi Tengah Sebelah Barat dengan Selat Makassar Sebelah Timur dengan Teluk Bone Sebelah Selatan dengan Laut Flores Luas wilayahnya, 62.482,54 km2 (42 % dari luas seluruh pulau Sulawesi dan 4,1 % dari Luas seluruh Indonesia).Posisi yang strategis di Kawasan Timur Indonesia memungkinkan Sulawesi Selatan dapat berfungsi sebagai pusat pelayanan , baik bagi Kawasan Timur Indonesia maupun untuk skala internasional.
0 ° 12‘ – 8 ° Lintang Selatan
116 °48‘ – 122 ° 36‘ Bujur Timur.
Secara administratif berbatasan :
Sebelah Utara dengan Propinsi Sulawesi Tengah Sebelah Barat dengan Selat Makassar Sebelah Timur dengan Teluk Bone Sebelah Selatan dengan Laut Flores Luas wilayahnya, 62.482,54 km2 (42 % dari luas seluruh pulau Sulawesi dan 4,1 % dari Luas seluruh Indonesia).Posisi yang strategis di Kawasan Timur Indonesia memungkinkan Sulawesi Selatan dapat berfungsi sebagai pusat pelayanan , baik bagi Kawasan Timur Indonesia maupun untuk skala internasional.
Pelayanan tersebut mencakup perdagangan, transportasi darat – laut –
udara, pendidikan, pendaya-gunaan tenaga kerja, pelayanan dan
pengembangan kesehatan, penelitian pertanian tanaman pangan,
Perkebunan, perikanan laut, air payau tambak, kepa-riwisataan bahkan
potensial untuk pengembangan lembaga keuangan dan perbankan.
Wisatawan Manca Negara mengenal Kota Makassar lewat Benteng Ujung
Pandangnya atau yang terkenal dengan nama benteng Fort Rotterdam.
Benteng Ujungpandang merupakan peninggalan sejarah keperkasaan kerajaan
masa lalu di Sulawesi Selatan. Kerajaan yang sangat kuat dan berjaya
sekitar abad ke – 17 adalah Kerajaan Gowa, dengan ibu kota Makassar.
Benteng Ujung Pandang di bangun pada tahun1545 semasa pemerintahan
Imanrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung, juga terkenal dengan nama
Karaeng Tunipallangga Ulaweng. Pada tahun 1667 ketika kekuatan Gowa
dikalahkan oleh Belanda semua perbentengan dimusnahkan, kecuali Benteng
Somba Opu. Ketika itu Kerajaan Gowa memiliki 17 benteng. Dua tahun
kemudian sesudah perjanjian Bongaya, Benteng Somba Opu kemudian
dimusnahkan secara total oleh Belanda. Namun kemudian dibangun kembali
oleh Belanda dan diberi nama Fort Rotterdam.
Kini Kota Makassar kembali menjadi Ibu Kota Propinsi Sulawesi Selatan, setelah sebelumnya pernah bernama Kotamadya Ujung Pandang. Kota Makassar terkenal pula sebagai kota “Angin Mamiri” berarti kota dengan hembusan angin sepoi-sepoi basah, Kota ini juga terkenal dengan “Pantai Losarinya” yang indah atau dikenal dengan restoran terpanjang karena pengunjung yang dapat menikmati hidangan lezat sambil menikmati hembusan angin laut yang menyegarkan dan menyaksikan terbenamnya matahari serta keindahan panorama laut. Kota makassar bersuhu 22 – 33o C, dengan luas wilayah 175,77 Km2 dan terus berkembang khususnya ke arah Timur dimana pembangunan infrastruktur seperti perluasan Pelabuhan Laut makasar, bandara Hasanuddin, jalan tol, Kawasan Industri Makassar dan berbagai proyeklainnya tengah dilaksanakan.
Sektor Pariwisata
Sektor Perikanan
Sektor Peternakan
Sektor Pertanian
Kini Kota Makassar kembali menjadi Ibu Kota Propinsi Sulawesi Selatan, setelah sebelumnya pernah bernama Kotamadya Ujung Pandang. Kota Makassar terkenal pula sebagai kota “Angin Mamiri” berarti kota dengan hembusan angin sepoi-sepoi basah, Kota ini juga terkenal dengan “Pantai Losarinya” yang indah atau dikenal dengan restoran terpanjang karena pengunjung yang dapat menikmati hidangan lezat sambil menikmati hembusan angin laut yang menyegarkan dan menyaksikan terbenamnya matahari serta keindahan panorama laut. Kota makassar bersuhu 22 – 33o C, dengan luas wilayah 175,77 Km2 dan terus berkembang khususnya ke arah Timur dimana pembangunan infrastruktur seperti perluasan Pelabuhan Laut makasar, bandara Hasanuddin, jalan tol, Kawasan Industri Makassar dan berbagai proyeklainnya tengah dilaksanakan.
Sektor Pariwisata
Sektor Perikanan
Sektor Peternakan
Sektor Pertanian
Secara geografis Kota Makassar terletak pada koordinat antara 5o 30’
18 sampai 5o 14’ 49” Lintang Selatan dan 119o 18’ 97” sampai 119o 32’
3” Bujur Timur.
Batas-batas Wilayah
Sebelah Utara : Kabupaten Pangkep Sebelah Selatan : Kabupaten Gowa
Sebelah Timur : Kabupaten Maros
Sebelah Barat : Selat Makassar
Batas-batas Wilayah
Sebelah Utara : Kabupaten Pangkep Sebelah Selatan : Kabupaten Gowa
Sebelah Timur : Kabupaten Maros
Sebelah Barat : Selat Makassar
Sulawesi Selatan
Dengan adanya pemerintahan Orde Baru,
maka seluruh lembaga-lembaga pemerintahan negara dari pusat sampai ke daerah-daerah diusahakan untuk segera diadakan bagi yang belum ada, sedangkan lembaga yang telah ada tetapi tidak sesuai dengan keadaan segera dirombak dan disesuaikan dengan jiwa Pancasila serta ketentuan-ketentuan Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini dicantumkan dalam Ketetapan MPR-RI No. X/MPRS/1966 tanggal 5 Juli 1966 tentang Kedudukan Semua Lembaga-Lembaga Negara Tingkat Pusat dan Daerah Posisi dan Fungsi dalam UUD 1945.
maka seluruh lembaga-lembaga pemerintahan negara dari pusat sampai ke daerah-daerah diusahakan untuk segera diadakan bagi yang belum ada, sedangkan lembaga yang telah ada tetapi tidak sesuai dengan keadaan segera dirombak dan disesuaikan dengan jiwa Pancasila serta ketentuan-ketentuan Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini dicantumkan dalam Ketetapan MPR-RI No. X/MPRS/1966 tanggal 5 Juli 1966 tentang Kedudukan Semua Lembaga-Lembaga Negara Tingkat Pusat dan Daerah Posisi dan Fungsi dalam UUD 1945.
Setelah itu maka MPRS mengeluarkan suatu Ketetapan No.XX/MPRS/1966
tanggal 5 Juli 1966 tentang Pemberian Otonomi Kepada Pemerintah
bersama-sama DPR-GR untuk dalam waktu yang sesingkat-singkatnya
memberikan hak otonomi kepada daerah-daerah sesuai dengan jiwa dan isi
UUD 1945, tanpa mengurangi tangung jawab pemerintahan pusat di bidang
perencanaan, koordinasi dan pengawasan terhadap daerah-daerah.
Landasan Pokok Tentang Pelaksanaan Pemerintahan di daerah-daerah
yaitu UU No. 18 tahun 1965. Akan tetapi karena situasi politik dan
keadaan pada waktu itu yakni terjadinya Pemberontakan G 30 S/PKI, maka
UU ini dirubah dan diganti dengan UU No. 5 tahun 1974 tentang
Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah.
Hasil-hasil yang telah dicapai dengan Pelaksanaan UU No. 5
tahun 1974 antara lain : Kestabilan Politik dan ekonomi dalam wilayah ketertiban juga tetap dipelihara.
tahun 1974 antara lain : Kestabilan Politik dan ekonomi dalam wilayah ketertiban juga tetap dipelihara.
Dilain pihak partai-partai politik yang menunjukkan partisipasinya
dan kerjasamanya yang baik dengan pemerintah DPRD Provinsi Daerah Tk.I
Sulawesi Tenggara sebagai penyalur yang baik dengan pihak eksekutif,
sehingga pada waktu diadakan pemilihan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I
Sulawesi Tenggara yang definitif, berjalan dengan baik tertib tanpa
mengalami hambatan-hambatan. Pada tahun 1967 DPRD Provinsi Dati I
Sulawesi Tenggara berhasil memilih Kolonel Eddy Sabara sebagai Gubernur
Kepala Daerah Sulawesi Tenggara yang definitif.
Selama masa jabatan Eddy Sabara pertumbuhan daerah Sulawesi Tenggara
mulai baik, rencana dan pelaksanaan pembangunan berjalan baik.
Pembangunan mulai direncanakan dan dilaksanakan secara bertahap menurut
skala prioritasnya. Pembangunan jalan darat, laut maupun udarah mulai
dirintis dan dibangun, begitu pula alat-alat kendaraan untuk
pengangkutan, mulai diadakan secara bertahap.
Provinsi Sulawesi Tenggara terletak di Jazirah Tenggara Pulau
Sulawesi. Secara geografis terletak di bagian Selatan Garis
Khatulistiwa. Memanjang dari Utara ke Selatan di antara 02045′-06015′LS
dan membentang dari Barat ke Timur antara 120045′-124030′ BT.
Batas wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara :
* Sebelah Utara berbatasan dengan Prov. Sulawesi Selatan dan Prov. Sulawesi Tengah
* Sebelah Selatan berbatasan dengan Prov. NTT di Laut Flores
* Sebelah Timur berbatasan dengan Prov. Maluku di Laut Banda
* Sebelah Barat berbatasan dengan Prov. Sulawesi Selatan Di Teluk Bone
* Sebelah Utara berbatasan dengan Prov. Sulawesi Selatan dan Prov. Sulawesi Tengah
* Sebelah Selatan berbatasan dengan Prov. NTT di Laut Flores
* Sebelah Timur berbatasan dengan Prov. Maluku di Laut Banda
* Sebelah Barat berbatasan dengan Prov. Sulawesi Selatan Di Teluk Bone
Tidak ada komentar:
Posting Komentar