Minggu, 20 November 2011

IMAM LAPEO ( K.H.MUHAMMAD THAHIR )

K.H. Muhammad Thahir (Imam Lapeo) adalah ulama sufi yang terkenal dengan sebutan Tosalamaq Imam Lapeo dulunya bermukim di daerah Lapeo, Kec.Campalagian, Kab.Polewali Mandar, Prop.Sulawesi Barat. Diperkirakan lahir tahun 1838 M. di Pambusuang, Polman. Di masa kanak-kanak, orang tuanya memberikan nama Junaihim Namli. Sejak kecil dikenali masyarakat sebagai anak yang patuh dan taat kepada orang tuanya, jujur, pemberani, dan punya kemauan keras.
Latar belakang keluarga yang taat beragama sangat berpengaruh dalam proses perkembangan jiwanya dan mewarnai kehidupannya sejak kanak-kanak.
Bapaknya, Muhammad bin Haji Abd.Karim Abtalahi, disamping bekerja sebagai petani dan nelayan, juga menjadi guru mengaji Quran. Guru mengaji yang handal diwariskan oleh nenek K.H. Muhammad Thahir Imam Lapeo yaitu H. Abd.Karim Abtalahi kepada anaknya Muhammad. Nenek Imam Lapeo seorang penghafal Quran yang terkenal dizamannya. Ibunya, St.Rajiah, menurut silsilah keturunannya berasal dari keturunan Hadat Tanggelang. Tanggelang, suatu daerah yang berstatus disetrik dalam wilayah pemerintahan Swapraja Balanipa dahulu, sekarang termasuk pemerintahan wilayah Kec.Campalagian, Kab.Polman. Terbiasa dengan arus dan gelombang laut ketika menemani ayahnya mencari ikan. Usia 15 tahun mengikuti pamannya Haji Bukhari ke Padang, Sumatra Barat berdagang lipaq saqbe ‘sarung sutera’. Pada umur 27 tahun dikawinkan oleh gurunya dengan Sayid Alwi Jamalullai Bin Sahil (seorang ulama yang besar dari Yaman) dengan gadis Nagaiyah (kemudian berganti nama menjadi Rugaiyah). Nama Junaihim Namli diganti oleh gurunya menjadi Muhammad Thahir. Pendidikan formalnya tidak menonjol. Dalam pedidikan nonformalnya lebih tertarik pada pelajaran-pelajaran agama islam. Di usia kanak-kanak khatam Al-Quran beberapa kali melampaui teman-teman sebayanya. Menjelang usia remaja, mulai lebih memperdalam bahasa Arab dengan mempelajari ilmu Nahwu Syaraf di Pambusuang. Pergi ke Salemm dan beberapa tahun tinggal di sana menimba ilmu-ilmu Agama Islam. Masa itu, Pulau Salemo sangat terkenal sebagai tempat pendidikan pesantren yang melahirkan para ulama di bawah bimbingan ulama besar dari Gresik, Jawa Timur. Ke Padang, Sumatra Barat dan tinggal disana 4 tahun menambah ilmu. Melanjutkan perjalanannya ke Mekah menuntut ilmu agama, mendatangi ulama besar untuk memperdalam Ilmu fikhi, Tafsir, Hadits, Teologi dan lain-lain. Tinggal di Mekah beberapa tahun. Dalam perjalanan hidupnya mengembangkan dakwah Islam, melakukan perkawinan sebanyak 6 kali. Perkawinan didasarkan pada kesadaran bahwa kawin mawin merupakan strategi dakwah yang sangat efektif dalam mengembangkan dan menyebarkan agama Islam. Beberapa isterinya berasal dari keluarga elit dalam masyarakat Mandar di zamannya, sangat menunjang perjuangan dakwahnya. Isteri pertama Rugayah melahirkan 8 anak : St.Fatimah, St.Hadiyah, Muh.Yamin, Abd.Hamin, Muh.Muchsin, St.Aisyah, St.Marhumah. Isteri kedua, Sitti Khalifah, tidak melahirkan keturunan. Isteri ketiga Sitti Khadijah, melahirkan 1 orang anak yaitu Najamuddin dan isteri yang keempat St.Attariah, tidak melahirkan anak. Keempat isterinya putri para tokoh masyarakat.
Dalam perjalanan melancarkan misi dakwwah ke daerah ke Mamuju
diangkat menjadi Kali ‘Kadi’ Kerajaan Tappalang.
Di Mamuju mengawini seorang putri Sayid Syarifah Hamidah, tidak melahirkan keturunan. Perkawinannya yang terakhir dengan St.Amirah melahirkan 4 orang anak yaitu Abd.Muttalib, St.Sabannur, St.Asiah, dan St.Aminah. putra-putrinya melanjutkan usaha bapaknya mengabdi untuk kepentingan Agama Islam. Salah seorang putrinya, Hajja Aisyah Thahir, popular dengan panggilan Ummi Aisyah, adalah tokoh wanita Sulawesi Selatan yang pernah memimpin Muslimat Nahdatul Ulama,yang menjelang akhir hayatnya semakin dikenal sebagai wanita yang memiliki kemampuan metafisik yang lebih. K.H.Muhammad Thahir Imam Lapeo menghembuskan nafas yang terakhir dengan tenang diperkirakan dalam usia 114 tahun, hari Selasa 27 Ramadhan 1362 H., tanggal 17 Juni 1952 di Lapeo. Dimakamkan di halaman Mesjid Nur Al-Taubah di lapeo yang dibangunnya. Makamnya, sampai saat sekarang ini banyak diziarahi oleh masyarakt yang datang dari berbagai daerah. Dalam bidang tasauf dan tarekat mengacu kepada Tasauf dan Tarekat Syadziliyah. Beberapa kisah kekeramatan To Salamaq Imam Lapeo yang dipercaya kebenarannya oleh sebagian besar masyarakat Mandar dahulu.

Cerita Legenda tentang Imam Lapeo :
Pernah suatu hari K.H.Muhammad Thahir Imam Lapeo terjatuh ke laut yang dalam pada malam hari. Waktu itu ia menumpangi sebuah perahu menuju ke daerah Bugis. Perahu tersebut melaju agak cepat, sehingga tidak dapat dengan cepat dihentikan oleh para awak perahu, sehingga ia tertinggal agak jauh ke belakang. Dalam keadaan seperti itu semestinya harus berenang di tengah laut. Satu keanehan terjadi, ia berdiri dalam air laut. Air hanya sampai setinggi perutnya saja. Menurut penuturannya kepada para sawi, setelah sempat naik kembali ke perahu bahwa yang ditempati adalah sebuah batu besar yang tiba-tiba terinjak sewaktu terjatuh ke bawah. Tetapi menurut para sawi, di empat itu belum pernah ditemukan batu besar.
Kawu, seorang tua dari Kel.Tinambung, Kec.Tinambung, Kab.Polman menuturkan, pernah suatu hari kuda peliharaannya hilang. Sudah satu minggu lebih dicarinya kuda yang hilang itu, belum juga ditemukan. Maka ia menemui K.H.Muhammad Thahir Lapeo mohon didoakan agar kudanya dapat ditemukan. To Salamaq Imam Lapeo memejamkan mata lalu mengangkat tangannya sambil berdoa. Sesudah berdoa, ia berkata kepada Kawu, kuda yang dicarinya sekarang ini sedang dalam perjalanan pulang ke kandangnya. Jawaban tersebut membuat si empunya kuda tercengang, dan segera pamit pulang. Apa yang terjadi ?, Sesampainya di rumah dia menemukan kudanya benar-benar ada sudah ada di dalam kandang. “Kuda itu datang sendiri,” kata isteri pemilik kuda tersebut.
Suatu hari K.H. Muhammad Thahir Imam Lapeo ingin membayar hutang. Waktu yang disepakati telah samapi. Hutang harga bahan-bahan bangunan Mesjid Nur Al-Taubah Lapeo yang dipinjamnya untuk perluasan bangunan masjid. Sampai pada malam hari To Salamaq Imam Lapeo belum juga mempunyai uang. Besok hutang harus dibayar. Malam itu juga ia mengajak puteranya, Muchsin Thahir beserta kusir bendi berangkat ke Majene akan menemui H.Hasan, pedagang yang memberi hutang kepada Panitia Pembangunan Mesjid untuk minta perpanjangan waktu peminjaman. Dalam perjalanan dari Lapeo menuju Majene, semua masjid yang dilewati disinggahinya melaksanakan salat sunat, antara lain Mesjid-Mesjid karama, Tangnga-Tangnga, dan Tinambung. Dari Tinambung trus ke Limboro dan Lembang-Lembang melakukan salat agak lama. Menjelang subuh hari meneruskan perjalanan ke Majene. Dalam perjalanan antara Lembang-Lembang dan Tinambung, tiba-tiba ia ditahan oleh seseorang yang sama sekali tidak dikenalnya. Orang itu memberikan suatu bungkusan sebagai oleh-oleh kepada To Salamaq Imam Lapeo. Diperintahkannya kepada Muchsin Thahir mengambil bungkusan tersebut. Perjalanan dilanjutkan, sesampai di rumah H.Hasan bungkusan dibuka. Apa isinya? Sejumlah uang yang pas-pas dipakai membayar hutangnya kepada H.Hasan.
Daerah Lapeo pernah diserang suatu penyakit yang sangat berbahaya dan ganas, tidak dapat disembuhkan dengan pengobatan tradisional maupun medis modern pada saat itu. Saking ganasnya penyakit itu, dalam sehari diperkirakan menelan koraban sekitar tiga sampai lima orang yang meninggal. Rakyat yang sangat resah mengadu kepada To Salamaq Imam Lapeo. Diperintahkannya menyiapkan sebuah tempayan berisi air minum. Dia memejamkan mata seraya mengangkat tangannya berdoa kepada Allah, kemudian diludahinya air tempayan tersebut tujuh kali. Air itu diminumkan kepada penderita yang terkena penyakit aneh tersebut. Berkat pertolongan Allah swt., mereka yang sempat meminum “air obat” To Salamaq Imam Lapeo semuanya sembuh, dan penyakit tersebut tidak mengganas lagi.
Suatu saat, ketika K.H.Muhammad Thahir sementara memberikan pengajian, tiba-tiba pengajian dihentikan beberapa saat. Ia keluar ke teras, menatap ke angkasa raya seraya tangannya dilambai-lambaikan. Setelah itu masuk kembali akan melanjutkan memberikan pelajaran kepada murid-muridnya. Sebelum pengajian dilanjutkan kembali, salah seorang muridnya bertanya tentang apa yang barusan ia lakukan. Dijawab, dia menolong sebuah perahu yang hampir tenggelam di tengah laut karena serangan badai dan amukan ombak besar. Beberapa hari kemudian, seorang tamu dari Bugis datang kerumah Imam Lapeo mengucapkan terima kasih. Menurut pengakuannya, perahunya hampir tenggelam beberapa hari yang lalu di sekitar pulau-pulau Pangkajene. Yang menolongnya adalah K.H.Muhammad Tahir To Salamaq Imam Lapeo yang tiba-tiba dilihatnya datang berdiri dibagian kepala perahunya. Seketika itu juga ombak menjadi tenang dan badai pun reda.
Suatu hari, ditemani beberapa muridnya, K.H. Muhammad Tahir sedang menuju ke suatu kampung. Mereka berjalan kaki menyusuri pinggir
kali menuju ke hulu.
Menjelang sore hari berjalan terus. Mereka belum makan siang karena sejak berangkat tadi belum pernah melewati perkampungan penduduk. Dimanakh mereka akan makan sementara lapar dan haus sudah terasa?. Dikatakannya supaya mereka sabar. Tak berapa lama kemudian, di temapat sunyi sepi, tiba-tiba suatu rakit kecilyang sedang hanyut ke hilir. Di atasnya t ersedia berbagai jenis makanan seperti nasi, ketan, lauk bersama ayam panggang. Mereka mengambil makanan tersebut dan menikmatinya. Selanjutnya, bersama pengikut dan muridnya melanjutkan perjalanan menuju kampung tujuan. (wawancara Suradi Yasil dengan Lakka Kamaq Sena 80 th., di Camba-Camba, 1970-an)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar